
Setelah mengunjungi semua tempat wisata di Ankara, rombongan kecil kami bergerak menuju Cappodocia. Dengan bus yang nyaman dan teman serombongan yang asyik perjalanan empat jam dari Ankara ke Cappadocia tidak terasa. Ditambah lagi pemandangan kiri kanan jalan sangat menyenangkan. Pohon-pohon aprikot berjajar rapi disepanjang jalan. Rumah-rumah penduduk yang rapi, bersih dan tertata asri juga sangat memanjakan mata, sepanjang perjalanan kebun-kebun sayur tumbuh subur seperti permadani yang terhampar.
Dataran luas yang hijau dengan sayuran hijau begitu sejuk dan mendamaikan batin. Gerimis membuat musim semi semakin menggigit dinginnya. Kata Fahri sang pemandu pada musim dingin, suhu bisa sampai 5 derajat siang hari, bahkan bisa mencapai minus 25 derajat celcius pada malam hari. Jadi ingat olok2 aku dan adikku ketika kecil saat menonton film Little house on the Prairie. “Enaknya kalau di kota kita juga ada musim salju, duduk di teras bawa kacang, tape , sirup dan susu. Esnya tinggal serut salju yang jatuh di teras”
😉
😉 Imajinasi anak-anak yang menggelikan.
Separuh perjalanan, kami mampir di Danau Tuz atau dikenal dengan salt lake. Danau yang nampak seperti lautan pada musim dingin. Pada musim panas airnya sedikit dan saat puncak musim panas airnya benar2 kering yang nampak seperti dataran yang tertutup salju tapi sesungguhnya itu adalah bongkahan -bongkahan garam. Lima puluh persen kebutuhan garam di Turki di suplai oleh petani garam disekitar Danau Tuz.
Gerimis yang tadinya turun saat kami dalam perjalanan berubah jadi hujan deras ketika bus berhenti di parkiran pinggiran danau. Tapi karena kami berpikir tidak mungkin kesini lagi dalam waktu dekat, aku dan yulia ibu muda dari tanggerang kemudian menerobos hujan dengan menggunakan payung berjalan menuju danau. Yuli mengeluarkan tongsisnya dan mengatur cahaya sementara aku memegang payung melindungi kami dari serbuan hujan. Angin yang juga kencang membuat kami tidak tahan menahan gigil. Tapi kesempatan foto tidak mungkin kami biarkan lepas hehehe…. walhasil payung digunakan untuk melindungi kamera dan kepala kami kuyup tersiram hujan.
Disekitar Danau Tuz berdiri counter-counter yang menjual garam bahkan cream kecantikkan kulit, lulur dan berbagai macam obat yang bahan bakunya garam. Aku harus mengangkat jempol untuk kegigihan mereka mempromosikan jualannya dan memaksa pengunjung untuk belanja. Saking gigihnya nyaris semua rombongan menambah tentengan saat kembali ke bus.
😊 Sejatinya begitulah kita mengahadapi tantangan, jangan pernah ada kata menyerah. Seperti para pedagang tadi yang tidak melepas sedikitpun calon pembeli sebelum naik ke mobil.
Cappadocia adalah kota kecil, kata Fahri “kampung” karena memang kita tidak bisa kemana-mana disini, bahkan kita tidak akan menemukan carefur. Struktur kota Cappadocia yang berbukit-bukit namun asri mengingatkan saya daerah puncak di bogor. Beberapa hotel dibangun disini kemudian ada juga beberapa tempat nonkrong, yang bisa dipake untuk minum kopi dan memandang alam dari puncak gunung dengan lembah yang aduhai indahnya.
Cappadocia terbentuk sekitar tiga hingga empat juta tahun yang lalu, ketika gunung berapi meletus di dataran Anatolia tengah. Nama Cappadocia itu sendiri diambil dari bahasa Persia ‘Katpaktuya’, yang artinya Land of the Beautiful Horses. Wilayah Cappadocia meliputi seluruh daerah dari pegunungan Taurus sampai Euxine (dekat laut hitam).
Ribuan tahun yang lalu, penduduk lokal memahat batu yang tercipta dari proses gunung berapi. Mereka mengukir batu membentuk gua untuk dijadikan tempat tinggal yang membuatnya tetap hangat di musim dingin dan sejuk di musim panas.
Cappadocia memiliki sekitar 150 kota bawah tanah. Kota bawah tanah ini memiliki kedalaman kedalaman mencapai 60 meter di bawah permukaan bumi. Konon katanya, dari seluruh kota bawah tanah yang ada di Cappadocia, ada satu kota yakni Derinkuyu, Istimewanya, kota ini bisa menampung 20 ribu orang untuk tinggal beserta hewan ternak dan bahan makanan mereka.
Derinkuyu dirancang dengan sistem tata kota yang terencana. Setiap ceruk di dalam gua bawah tanah memiliki fungsi masing-masing, misalnya galeri, ruang tinggal, sekolah, ruang pertemuan, tempat ibadah, penjara, gudang senjata, sumur, serta kamar mandi dan kami dibawa kesana untuk menikmati bagaimana rasanya tinggal di bawah tanah. Ketika turun dari bus, saya ingin melepas saja baju hangat saya, karena berpikir pasti masuk ke gua bawah tanah suhunya hangat, ternyata di bawah suhunya jauh lebih dingin dan lembab dari pada di atas tanah hadewww….. bersyukur saya diingatkan Fahri untuk tidak melepas jaket.
😊
Uniknya, meskipun terletak di bawah tanah dan setiap ceruk terhubung satu sama lain, sanitasi dan kebersihan tak menjadi masalah. Sementara itu, kandang untuk hewan ternak diletakkan pada tingkat-tingkat teratas.
Para arkeolog menduga kalau Derinkuyu dibangun oleh bangsa Hittit. Bangsa kuno tersebut membangun kota dengan memahat batuan vulkanik lunak. Dilansir Cappadocia Turkey, pemukiman bawah tanah memang sengaja dipilih penduduk kuno untuk melindungi diri mereka dari serangan hewan buas. Pada zaman Kristen awal, wilayah ini juga dijadikan tempat bersembunyi oleh para pemeluk agama Kristen yang diburu oleh pasukan Romawi.
Derinkuyu terhubung dengan sejumlah kota bawah tanah lain yang berada di bawah tanah Capadocia. Situs mengagumkan ini dibuka untuk umum pada tahun 1969. Walaupun begitu hanya sebagian wilayah kota saja yang bisa diakses oleh para wisatawan.
Oleh Fahrùteen kami diantar ke Pasabag, daerah yang unik dengan batu-batuan besar berbentuk cendawan. Takjub rasanya memandang bagaimana alam membentuk batu-batu tersebut dengan bentuk yang sangat unik. Batu-batu berbentuk pilar raksasa dengan topi unik seperti deretan cendawan di musim hujan, seorang anggota rombongan malah bertanya,” Tahun berapa sih batu-batu ini susun seperti itu?” tour guide kami tertawa mendengarnya, mungkin itu pertanyaan yang paling sering dia dengar dari tamu-tamu yang dia bawa.
Bagaimana mungkin menyusun batu sebesar dan setinggi itu bisa dilakukan manusia? Tapi sungguh tak ada yang mustahil bagi Tuhan jika DIA menginginkan. Memang struktur alamnya ajaib dengan bentuk-bentuk batu yang unik menumbuhkan imajinasi liar jika menelitinya satu demi satu.
Gugusan batu ini ada yang berdiri sendiri namun ada juga yang berkelompok dan saling menumpuk. Bahkan dalam batu yang berkelompok memiliki bentuk seperti cerobong asap. Bebatuan ini terbentuk akibat aktivitas letusan gunung api di masa lalu. Ada dua gunung api yang mengapit wilayah Kapadokia. Uniknya, hanya di wilayah Pasabag yang memiliki bentuk batu seperti jamur atau cerobong asap.
Batu-batu ini diyakini merupakan bentuk akhir setelah mengalami evolusi yang sangat panjang. Bila diamati lebih dekat, batu raksasa cerobong asap ini, ternyata merupakan tempat tinggal dan tempat pemujaan pada masa lampau. Di setiap batu ada semacam ruang makan. Di beberapa batu lainnya ada tempat pemujaan arwah leluhur. Sayangnya di lokasi wisata ini nggak ada tempat istirahat buat turis yg datang. Padahal di musim panas tempatnya sangat panas karena gersang. Sebaliknya di musim dingin akan sangat dingin karena lokasinya sangat terbuka.
Segitu yah…
😊 nanti saya kisahkan lagi tempat lain yang sama menariknya untuk di kunjungi disini. Saya mau menikmati alam dan ice cream Turki yang kesohor dengan rasa coklatnya yg khas dan lengket berbeda dgn ice cream yg saya tahu……