Inspiring women

screenshot_2016-03-29-08-28-16.pngCuaca yang panas siang ini, tak menyurutkan langkahku untuk hadir melayat. Ada dua alasan kehadiranku hari ini,pertama karena kewajiban kita sebagai sesama muslim untuk menghadiri upacara pemakaman, memberikan penghormatan terakhir pada Orang yang sudah meninggal,dan mengingatkan diri kita bahwa satu saat kitapun akan menyusulnya, alasankedua karena almarhumah bagiku adalah wanita luar biasa, aku sangat memuja beliau, dia adalah wanita kedua setelah ibuku yang mempengaruhiku sedemikian rupa, hingga sanggup merubah keyakinan dan cara berpikirku dengan sikap, dan perkataannya dan itu hal yang tidak mungkin aku lupa hingga kini, meski almarhumah masih family denganku namun sure aku tidak terlalu mengenal beliau secara dekat hingga suatu hari kami bertemu dalam suatu acara keluarga, pernikahan ponakan papaku, dan saat itu kami duduk bersisian. Beliau mencium tangan papaku dan papa mengenalkan bahwa Tante Dyah adalah adik sepupunya, aku balas mencium tangannya, dan dalam hati aku memuji kecantikan dan pancaran matanya yang sejuk. Itu memang kali pertama aku bertemu dengannya. Ketika kutanyakan kenapa aku nyaris tak pernah bertemu dengannya di acara keluarga,dia bercerita bahwa baru 6 bulan dia kembali ke Palu, setelah sekian tahun tinggal di makasar ikut suaminya yang bertugas disana. Tutur katanya yang halus, ekspresinya saat bercerita, entah aku merasa tiba-tiba begitu dekat dengannya.Hari itu kami asyik bercerita tentang pekerjaan sebagai guru yang digelutinya sebelum pensiun. Menurutnya guru bukan hanya transformer ilmu tapi juga sikap, tutur kata hingga cara berpakaian, aku sangat setuju itu, sambil tertawa aku bilang, “tante,kapan-kapan aku ingin bawa tante ketemu teman-temanku, biar kami guru-guru muda bisa mengambil pelajaran dari ketulusan guru-guru tempo dulu!” beliau tersenyum dan bilang” Tante malah iri dengan guru-guru zaman sekarang, kenapa? Karena tidak sulit untuk mencari bahan mengajar yang asyik, tinggal browsing di internet, kreasi dalam powerpoint langsung bisa share ke anak-anak, dulu kita harus rajin membaca buku keperpustakaan, berburu materi di alam terbuka dan harus kreatif untuk membuat anak-anak menyukai belajar!sudah begitu kami juga harus bersaing dengan kemiskinan yang membuat banyak anak tergiur untuk bekerja mencari duit dari pada sekolah?” katanya lagi masih tetap tersenyum, aihhhhh aku tahu kenapa aku tak pernah bosan melihat wajah tante Dyah? Karena senyum tulus yang selalu terhias di bibirnya dan satu lagi sorot matanya yah….matanya berbinar indah dengan sorot yang menyejukkan, menatap matanya kita seolah mau mengungkapkan semua hal yang bergolak dalam hati kita, sungguh baru ini rasanya aku menemukan sosok yang demikian.
Setelah pertemuan kami di pesta pernikahan itu, aku sering mengunjungi rumah beliau, kami sering berdiskusi tentang berbagai hal, aku seolah menemukan belahan jiwa, karena banyaknya kesesuaian pemikiran dan perasaan dengan beliau. Aku membawa semua tulisan-tulisanku padanya, memintanya untuk membaca dan mengkritik, dan sungguh aku bersyukur memilikinya, aku memujanya karena kesahajaannya, pikiran-pikirannya dan ketulusannya. Beliau benar-benar guru menurutku, karena di usianya yang sudah tidak muda beliau masih terus belajar dan rajin membaca.
Yang mengejutkan ketika Rani putri tante Dyah menelpon papaku, dan mengabarkan bahwa tante Dyah masuk rumah sakit, mendengar kabar itu aku dan papaku langsung meluncur kesana, aku terkejut meliat wajahnya yang pias, meskipun dia masih tetap tersenyum tapi sesekali kami menangkap kerinyit di wajahnya yg cantik, aihhh beliau tidak ingin kami tahu kalau dia merasa sakit. Pada papaku beliau minta di doakan agar bisa melewati semuanya dengan baik, papaku duduk di sisinya , mengelus ubun-ubunnya dan berdoa khikmat, tante Dyah menutup mata ikut khusyu berdoa,tapi tak menyembunyikan butiran air matanya yang mengalir deras dari pipinya,aku terharu melihat keadaannya, dari Rani kami mendengar kalau penyakit tante Dyah tergolong parah, kangker rahim yang di deritanya setahun terakhir dan usus terlipat membuat beliau tidak bisa buang air bahkan buang angin, duhhh pasti sangat menyiksa kalau kita tak bisa melakukan rutinitas itu dengan baik. Selama ini beliau tidak pernah mengeluh tentang penyakit yang diidapnya, sehingga aku sering bilang aku iri padanya, di usianya yang hampir 65 tahun masih energik dan tampak sehat, menanggapi itu beliau hanya tersenyum dan bilang Alhamdulillah, siapa sangka seperti ini keadaan beliau. Aku terus saja mengelus jemarinya tampa tahu harus mengatakan apa, sesekali aku menyeka keringat yangmenitik di dahi beliau. ” Apa yang sakit tante?” tanyaku saat beliau membuka mata ,” Hhmmm aku senang, kau mau datang, sejak kemarin aku suruh Rani menelponmu!” Tante Dyah berkata tampa menjawab pertanyaanku” iya Tante, kemarin saya ngantar tamu, dan tidak bisa meninggalkan sekolah, kenapa tante tidak cerita tentang penyakit tante ini?”kataku masih terus mengusap permukaan tangannya, Tante dyah kembal iberkerinyit, dan keringat kembali menitik di dahi beliau, ” Aku malu mengeluh,64 tahun aku di beri kesehatan oleh Allah, dan setahun terakhir aku di ujinya dengan kangker, hanya seper sekian persen dari masa sehatku, bagaimana mungkin aku terus mengeluh, padahal begitu banyak yang sudah Dia berikan!” Ya Tuhan aku tersadar, ucapan beliau sungguh seolah menamparku, beliau malu mengeluh karena tidak ingin menjadi orang yang tak bersyukur? Subhanallah, beliau benar tapi adakah orang yang mampu melakukan seperti apa yang dilakukan beliau? MasyaAllah, aku kehabisan kata-kata, karena menyadari sungguh aku tergolong orangyang tidak tahu bersyukur, karena terus saja mengeluh kekurangan padahal begitu banyak yang sudah Dia berikan selama kita hadir di dunia. “Tante,……tante harus sehat yah, kita masih akan diskusi kan tante? aku harus banyak belajar daritante tentang makna syukur!” kataku tak mampu menahan rasa haru, Beliau hanya tersenyum dan berkata pelan ” tante ingin makan, mau kamu menyuapi tante?” ” tentu saja tante!” kataku menoleh ke Rani, Rani menyerahkan sepiring bubur yang kusuapkan perlahan, Sepi menyergap dalam ruangan, saat sesendok demi sesendok bubur perlahan berpindahkemulut tante Dyah dan dikunyah pelan, Rani yang duduk di hadapanku tersenyumdan berbisik” Alhamdulillah, sejak kemarin mama belum makan apa-apa!, meskipun sudah kupaksa!” diam-diam aku senang, berharap itu pertanda tante Dyah akan sehat kembali. Ketika sepiring bubur akhirnya habis, tante Dyah membuka matanya, aku melap bibirnya dengan tisu dan menyorongkan pipet air putih yang di hirupnya sedikit” Tante sembuh yah!” dia kembali tersenyum dan menggumamkan ucapan terima kasih. Saat kami pulang, beliau kembali membuka mata dan memanggilku mendekat dengan isyarat mata, aku duduk dan mendekatkan wajahku kewajahnya” Besok, kamu masih mau datang kan?” bisiknya pelan ” iya tante, insyaallah, jam segini, aku suapin tante lagi yah!” beliau tersenyum lebar, aku mencium keningnya sebelum berlalu.
Esoknya, sebelum jam 11 siang aku sudah di rumah sakit, tapi keadaan beliau semakin payah dan tak mungkin aku suap lagi, beliau minta dipanggilkan papaku, dan menitipkan anak-anaknya agar selalu di ingatkan untuk melaksanakan ibadah, ketika mata kami bersirobok, dia melambai agar aku mendekat, aku mengambil tempat di sampingnya, melihat keadaanya aku tak bisa menahan air mata yang mengalir, lagi-lagi beliau tersenyum dan berkata ” aku senang bisa bertemu denganmu, aku seperti melihat semangatku waktu muda padamu!Jangan menangis, semua kita akan melewati yang seperti ini!” katanya pelan dan aku semakin terharu, aku hanya sanggup mengangguk dan bilang kalau aku teramat sayang padanya! Bahuku yang di tepuk oleh papa menyadarkan aku tentang sesuatu, mungkinkah ini saat terakhir beliau? Ketika tangis Rani pecah,Tante Dyah menoleh kearahnya dan berkata tenang” Rani, kalau kau tak kuat,tunggulah di luar!” Luar biasa, Papa memberi isyarat pada mamaku untuk membawa Rani keluar kamar, Aku tak tahu apa yang akan terjadi kemudian tapi aku tak beranjak dari bangku di sebelah papa, Papa kembali duduk di sisi kanannya, putra sulungnya duduk di sisi kirinya, semua hening dalam zikir, bahkan aku begitu larut hingga seolah lupa dimana aku berada, sampai suara papa yang mengucap Innalillahiwainnaillahirajiun, mengejutkanku bahwa Tante Dyah telah pergi untuk selamanya. Aihhhh saat kupandangi wajah mungilnya, aku tak percaya jika beliau sudah tak ada, wajahnya yang sejuk masih tetap kusaksikan bahkan ketika nyawa sudah meninggalkan raganya, senyumnya masih tetap tersungging, seolah-olah dia tidak mati, tapi tertidur lelap, indahnya keberangkatan Tante Dyah, Melihatnya seperti itu “kematian ” bukan sesuatu yang menakutkan tapi sesuatu yang indah karena beliau menerimanya dengan lapang dan beliau begitu siap menghadapinya, tak ada keluhan, bahkan beliau menerima sakit beliau dengan berpikir positif, menganggap bahwa apa yang dia alami belumlah sebanding dengan anugerah yang dia rasakan, semangatnya, keikhlasannya, sungguh membuatku iri, mampukah aku mengikuti jejaknya?semoga ya Allah. Begitu banyak wanita-wanita utama yang kau perkenalkan, isteri- isteri Rasulullah, Asyiyah isteri firaun, Fatimah Zahra putri rasulullah, dan sekarang Tante Dyah, wanita sederhana di abad ini, yang aku saksikan sendiri, gaya hidunya yang sederhana, kerajinannya menjalankan ibadah, kehalusan tutur katanya, kelembutan sifatnya benar-benar contoh tauladan. Jika kemudian di akhir hidupnya berakhir demikian indah benarlah kata hadits ” Seindah-indah perhiasan dunia adalah wanita yang shaleh, yang jika kau pandang menyejukkan mata, yang patuh melaksanakan perintah Allah dan memelihara dirinya dari pembelakangan suaminya” . Subhanallah….. seperti itukah akhir yang baik? Semoga beliau benar-benar mendapatkan syurga seperti janji Allah swt, karena bibirnya terus mengucapkan kalimat shahadat hingga nafas terakhirnya Waullahualam bisawab.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

%d blogger menyukai ini: