YANG TERINDAH
Awalnya aku menulis email pendek, mengomentari salah satu tulisan disebuah milis, biasa aku lakukan jika aku tertarik dengan tema yang diangkat dan merasa ada sesuatu yang harus disampaikan, ketika keesokan harinya aku mendapat email pendek dari seseorang dan mengajak berkenalan, aku berfikir tidak ada salahnya untuk menanggapi, toh menambah sahabat selalu lebih menguntungkan dari pada menambah musuh.
Seiring berjalannya waktu, hubungan kami menjadi lebih akrab, keinginan untuk selalu mengirim email dan harapan untuk menerima email telah menjadi suatu kebutuhan. Entah mengapa setiap kali aku menulis dan bercerita padanya semuanya mengalir begitu saja, tanpa ada sedikitpun keinginan untuk menyembunyikan sesuatupun, aku sangat mempercayainya hingga tidak ada hal yang kusembunyikan darinya, bahkan pernah bertanya padanya, kenapa aku begitu mempercayainya padahal belum sekalipun kami bertatap muka? “Itulah misteri” jawabnya ringan, dan anehnya aku pun menerimanya dengan ringan dan menganggap demikianlah seharusnya.
Tidak ada hal yang terlewat yang tidak kuceritakan padanya, bahkanpun baru sekedar bisikan dilubuk hati, impian dan harapan, apalagi masalah yang memang membutuhkan solusi.Tanggapan dan pandangannya selalu saja membuatku merasa separuh persoalan-persoalan tersebut telah teratasi. Semula memang terasa aneh bagaimana mungkin aku demikian mempercayai seseorang sedemikian rupa padahal sekalipun aku belum pernah melihat seperti apa profil orang tersebut, tapi setelah sekian lama saling berkirim email aku merasa sudah sangat mengenalnya, meski aku hanya melihat dia dari potongan potret mungil yang dikirimkannya via email ketika aku memaksa untuk melihat seperti apa wajah sahabatku yang telah kupercayakan semua rahasia yang bahkan tidak kuceritakan pada siapapun kecuali padanya.
Ada saatnya hatiku terusik, dan kembali bertanya padanya bagaimana awalnya hingga tiba-tiba dia menawarkan persahabatan ini,“ semuanya berjalan biasa, aku membaca komentarmu, dan tertarik untuk berkenalan, darimana aku memperoleh informasi tentangmu biarlah itu menjadi rahasia lelaki” tulisnya dalam email berikutnya, tidak ada lagi yang kuketahui selain bahwa dia lebih tua lima tahun dari umurku, tidak ada informasi apapun yang kuperoleh tentang dia, apakah dia sudah sudah mempunyai kekasih atau bahkan sudah bertunangan , sama sekali tidak pernah di tuliskannya dalam surat-suratnya, dia tidak pernah menanggapi meskipun hal itu kutanyakan, tadinya itu juga menjadi pertimbangan bagiku untuk tidak terlalu banyak bercerita mengenai diriku padanya, namun entah bagaimana, tahu-tahu tampa mampu kukendalikan semua cerita tentang diriku mengalir sedemikian rupa setiap kali aku menulis buatnya, “ Tuhan memberi kita hidup tapi Dia juga akan meminta pertanggung jawaban dari apa yang kita lakukan selama kita hidup, jika kau sudah berniat untuk membaktikan hidupmu untuk mendidik, untuk menjadi guru kerjakanlah dengan sungguh-sungguh, tampa melihat dengan siapa kau bekerja atau siapa yang menjadi atasanmu, karena tugasmu adalah mendidik, menghadapi siswamu, menjadikan mereka berguna bagi Negara, bangsa dan agamanya dan jika kau sungguh-sungguh dan berniat baik kau akan menerima balasan yang setimpal dariNya, tidak nanti di akhirat bahkan saat selesai membagikan mereka ilmu yang kau miliki kau langsung akan menemukan kebahagian yang tak terkira, kepuasaan yang tak terhingga dan itulah karunia Tuhan bagimu” tulisnya ketika aku mengeluh tentang pekerjaan di sekolah tempatku mengajar, aku merasa tenang dan merasa di support olehnya “ Tuhan tidak akan menguji umatnya melampaui kemampuannya, penyakit seperti apapun yang kau rasakan, yakinilah bahwa pasti ada obatnya, yang utama terus berikhtiar, terus berharap padaNya, mintalah kepadaNya karena Dia maha penyembuh, bahkan jika mungkin, jika kau di beri kelimpahan rezki pergilah umrah atau berangkat haji sekali lagi, mungkin disana kau kan menemukan mukjizat dan kesembuhan bagi penyakitmu” tulisnya lagi ketika aku mengeluhkan penyakit yang kuderita dan hampir putus asa karena tak kunjung sembuh, bahkan dia juga menambahkan doa yang harus kuamalkan setiap saat, agar aku merasa tenang dan tidak gelisah karenanya.
Dia bukan tipe laki-laki serius karena sering kali aku terbahak-bahak saat membaca emailnya “ Selamat pagi, aku tahu pasti kau baru bangun, semoga semakin fresh kayak roti, fresh from the oven, bagaimana rencana perjalananmu, seharusnya kau tidak jadi guru, tapi beralih profesi jadi pengelana, karena suka kelayapan, mengunjungi tempat wisata yang belum pernah kau kunjungi disela-sela pelatihan ( tapi itu mungkin sebagian kelebihan yang di berikan Tuhan untukmu, pandai memamfaatkan waktu) ha…ha… tapi kusyukuri karena kau juga menjadi mataku, lelaki BMT ( bodoh, miskin dan tua) ini hingga aku bisa mengetahui semua tempat yang tidak pernah kukunjungi sebelumnya dari ceritamu, oh iya itu juga kelebihanmu, caramu bercerita membuatku seolah berjalan sendiri menaiki tangga-tangga bukit kasih di menado, merasakan seolah aku sendiri yang menyelam di kedalaman Bunaken, menyaksikan istana bawah laut dengan berbagai jenis ikan dan terumbu karangnya yang menakjubkan, bahkan megap-megap kehabisan nafas karena mendaki gunung Lompobatang” Kudapati ternyata dia juga begitu pandai memuji, meski tahu mungkin itu tidak sungguh-sungguh tapi sejujurnya ada yang terasa sejuk di dadaku dan itu membuatku bersemangat menceriterakan semua tempat yang kukunjungi padanya.
Ada saatnya ketika rasa frustasi mendera, aku kembali berkeluh kesah dan bertanya padanya, jika dia menjadi aku apa yang akan dilakukannya? ” Sesungguhnya jika aku menjadi dirimu, mungkin juga aku akan bingung untuk menentukkan sikap, namun aku tidak mau berlama-lama tenggelam dalam masalah ini, karena itu bukanlah sifat aslimu, aku akan segera menemui atasanku dan menyampaikan apa yang memang seharusnya aku sampaikan, tentunya masih dengan gaya yang biasa, penuh pertimbangan dalam pemilihan kata, sehingga kemungkinan atasanku tersinggung oleh perkataanku tidaklah terlalu menghawatirkan, bahkan boleh jadi beliau justeru merasa bahwa aku benar dan berterimakasih karena aku sudah mengingatkannya akan hal yang seharusnya di lakukan olehnya sebagai atasan, nah aku yakin itulah yang seharusnya kau lakukan!”
Bersambung ………….