Jalanan mulai ramai, jakarta telah kembali seperti semula. Sibuk, gaduh dan berisik. Padahal hari masih pagi. Jalanan mulai dipenuhi oleh kendaraan, dengan sebagian besar driver yang tidak sabaran. Tidak peduli waktu seperti ini, dimana sebagian orang hikmat melakukan ritual pagi.
Bising klakson meruyak pagi yang damai, yang membuat kita sadar ” ini Jakarta Bung” .
Aku berkemas meninggalkan hotel yang terletak di jalan Wahid Hasyim, sopir grab pesananku juga sudah siap menunggu. Jadi ingat gurauan teman, menggunakan jasa kendaraan on line, kita layaknya orang kaya yang bisa gonta ganti mobil berkali-kali sehari😊.
Dan pagi ini aku bertemu dengan driver cantik bernama Yuli. Maaf tidak aku foto, menghargai privacy beliau, tapi sumpah, kecantikkan dan keramahannya membuatku khawatir jika satu saat dia mendapat penumpang iseng.
Menggunakan pants hitam, jaket parasut tebal berwarna merah kaos hitam yang senada dengan jilbabnya, membuatku yakin kalau dia berdiri di depan mobil Sienta orange yang dikemudikannya, orang akan menilai bahwa dia seorang model yang tengah mempromosikan mobil. Postur tubuhnya sangat proporsional untuk jadi seorang model, kulitnya kuning dengan hidung mancung dan alis mata yang terukir indah. Jarinya menggenggam kemudi dengan mantap, tersenyum menyambutku dengan salam dan langsung menawarkan air mineral serta permen yang rupanya sudah dia sediakan dibox kecil yang diletakkan di punggung jok tempat duduknya.Aku mengucapkan terima kasih dan menawarkan roti yang sengaja kubeli kemarin untuk sarapan dijalan. Dia juga mengucap terima kasih dan tidak bisa menolak, karena aku langsung meletakkan roti yang kubawa disampingnya. Aku juga langsung mengucapkan rasa heranku karena ini kedua kalinya aku naik Grab yang di kemudikan oleh perempuan. Dia tertawa renyah, “Banyak kok bu, driver perempuan, hanya belum taqdir dia membawa penumpang seperti ibu yang juga baik” katanya melihatku dari kaca spion. Aku tersenyum menanggapi “Kalau jam segini sudah dijalan, jam berapa dari rumah?” Tanyaku. “Tadi turun habis subuh bu, kebetulan nurunin orang di stasiun senen, ada yang order ke tanggerang saya batalin bu, takut kena banjir, satu orang lagi order ke arah depok… saya batalin juga. Bisa kesana, lha terus pulangnya kejebak banjir, bisa fatal bu. Makanya begitu ibu order ke bandara langsung aku oke’in” katanya tersenyum dan melihatku lagi dari kaca spion. “Alhamdulillah… tadi sempat di cancel juga saya sekali, syukurlah saya ketemu mbak pagi ini” kataku. Sambil menyetir dia membuka tumbler air panasnya “Terima kasih rotinya ya bu, enak dipasangin ama kopi panas” katanya menyeruput kopi dari tumblernya. Aku tersenyum dan ikut meneguk air mineral yang kubawa dari hotel.
Dia berkisah panjang lebar tentang banjir yang melanda jakarta sejak kemarin. Prihatin dengan para korban yang di evakuasi di tempat penampungan, serta banyaknya kendaraan yang ikut hanyut. Kami membayangkan berapa kerugian yang dialami oleh masyarakat yang mobil dan motornya ikut hanyut, jika kemudian mereka tidak mengasuransikan kendaraan tersebut. Prihatin memang, apalagi banyak penduduk yang tidak keburu menyelamatkan barang-barangnya karena begitu cepatnya arus air menyerbu.
Kami juga tertawa mengingat banyaknya peristiwa lucu yang kemudian diposting di medsos, terkait banjir. Seperti mahasiswa yang berterima kasih karena keinginannya untuk naik kano di depan universitas Trisakti terkabul, atau bahkan wawancara masyarakat dengan tikus yang basah kuyup dan mengeluhkan sodara2nya yang terkurung di basement sebuah gedung.
Obrolan kami mengalir lancar layaknya dua sahabat yang baru bertemu. Hingga tidak terasa kami sudah sampai di gate 5 terminal keberangkatan.
” Wah ibu, kok cepat banget sampainya kita. Aku masih pengen ngobrol-ngobrol sama ibu” katanya menghentikkan mobilnya. Aku juga tertawa ” iya yah… asyik sekali kita ngobrol” kataku juga menyesal kenapa perjalanan ini rasanya lebih cepat dari biasanya. Aku membuka dompet dan menyerahkan tips kepada gadis itu, dia memandangku heran, “Kan ibu bayarnya pake ovo?” Katanya menolak “gpp mbak, anggap aja ini hadiah ibu karena sudah di ajak ngobrol asyik layaknya seorang sahabat. Ibu senang naik mobilmu, kamu cantik, ramah dan baik hati.” Kataku tulus.
“Waduh, terima kasih bu, aku juga senang jadi supir ibu pagi ini. Jarang-jarang saya dapat penumpang kek ibu. Kapan-kapan kalau ibu ke jakarta, saya tidak akan keberatan nganterin ibu kemana-mana. Telpon saya ada kan?” Katanya. Aku mengangguk “beneran?” Kataku sambil tersenyum. “Dengan senang hati ibu” katanya menurunkan koperku dari bagasi. Aku menjabat tangannya. Dia menyalami dan mencium tanganku “Makasih yah bu, ibu seperti mama saya” katanya tiba-tiba dengan mata berkabut.
Aku terkejut, dan menyadari ada hal yang terlupakan olehku. Sedikitpun kami tidak menceritakan hal pribadi sepanjang perjalanan tadi. Sikapnya yang tiba-tiba sedih membuatku spontan mengelus kepalanya ” Kamu anak baik, pasti ibumu bangga memiliki anak perempuan seperti kamu” kataku. Dia mengangkat kepalanya dan memeluk aku erat.
” Semoga yah bu, mamaku bener2 bangga padaku” katanya. Aku mengangguk kuat-kuat “Pasti nak”.! “Sampai jumpa yah… !” Kataku menepuk punggungnya pelan “Semoga yah bu, jangan lupa kontak saya” kamipun berpisah.
Betapa mudahnya bersahabat jika kita mau membuka hati. Menerima orang lain apa adanya tanpa pretensi apapun. Karena chemistri akan saling mencari sisi-sisi yang pas untuk saling merekat. Keterbukaan kita menerima orang lain apa adanya, secara tidak langsung juga membuat orang lain menerima kita sama baiknya. KarenaTuhan hanya mendekatkan air dengan air dan menjauhkan air dengan minyak. Selamat tinggal Yuli, semoga Allah swt membukakan rezeki yang melimpah buatmu dan memudahkan segenap urusanmu. Amin.