Dalam hidup, kita semua menginginkan segala hal baik, pekerjaan baik, rezeki yang lapang, suami ataupun istri yang menenangkan hati, anak-anak yang menjadi cahaya mata sampai pada keinginan untuk selalu dipertemukan dengan orang-orang baik.
Istilahnya kita semua menginginkan yang namanya bahagia lahir batin. Tidak ada salahnya menaruh harap, karena harapan adalah daya dorong terbaik bagi setiap orang untuk terus bergerak, berusaha meraih apa yang mereka inginkan.
Ibarat roda pedati, hidup tidak saja menawarkan beragam kebahagiaan tapi juga berbagai macam kepedihan. Sesekali kita merasakan luka yang teramat pedih tapi beberapa saat kemudian kita juga dianugerahi kebahagiaan, seperti itulah dunia memperlakukan kita sesuai kehendak Sang Perencana.
Saat ini aku terbaring di IGD sebuah Rumah Sakit, aku terus memejamkan mata karena manakala mata kubuka, dunia disekitarku seolah berputar menyebabkan rasa mual yang tidak bisa kutahan, aku sudah beberapa kali muntah, itulah sebabnya putriku memaksa untuk mengantarkanku ke rumah sakit. Aku menyadari betul betapa mudahnya bagi Allah mengambil nyawaku detik ini, jantungku berpacu kencang karena rasa ketakutan yang menghujam kuat dalam sanubari, aku coba menarik nafas panjang sambil terus menggumamkan istigfar, takbir, tasbih dan tahmid. Sambil memejamkan mata, ingatanku terlontar kepada seluruh staf dikantorku, apakah aku pernah melontarkan kata-kata kasar, aku belum lagi sempat menyampaikan permohonan maaf kepada mereka, mengingat satu demi satu korsek di kabupaten/kota, tiba-tiba saja kakiku terasa dingin. Ya Allah, jangan ambil aku sekarang, dalam hati aku memohon, aku belum lagi meminta keikhlasan semua orang yang pernah kusakiti, pernah kukasari, bahkan mungkin merasa kuhianati. Aku sering melontarkan kemarahan kepada korsek-korsek, apalagi jika aku menemukan ketidak sesuaian. Ya Tuhan sekiranya ini saat terakhirku, semoga mereka memaklumi mengapa aku melakukan hal tersebut.
Masih dengan mata memejam , aku merasakan kehadiran dokter yang datang memeriksa, menanyakan beberapa pertanyaan rutin sesuai SOP IGD, aku menjawab semua pertanyaan tanpa membuka mata karena khawatir muntah, kurasa seseorang membalut lenganku sembari mengatakan bahwa aku akan di tensi. Terasa lengan mengembung erat lalu pelan-pelan melonggar, ” delapan puluh per tujuh puluh” kudengar suara laki-laki diseling suara perempuan yang ku duga pasti Dokter ” ibu harus di rawat yah? Akan kita observasi apakah yang menyebabkan ibu merasa pusing hingga muntah2″ katanya sembari meletakkan stetoskop ke dadaku ” apa ada riwayat jantung sebelumnya?” Aku menggeleng untuk menjawab pertanyaannya. ” kolestrol?” ” yah beberapa minggu lalu kolestrolku naik” jawabku. ” gula, asam urat” aku diam karena memang aku sadar hampir tiga bulan terakhir aku tidak melakukan check up. “Kita akan mengcek kamar, putri ibu akan mengisi beberapa form yah?” Aku kembali mengangguk tanpa suara. Aku ditinggalkan sendiri di ruang yang hanya berbatasan sampiran plastik dengan pasien lain di kanan kiri. Aku mencoba membuka mata pelan-pelan, mereka sudah menusuk pergelangan tanganku dengan jarum infus, aku juga sudah menelan beberapa tablet setelah sebelumnya menjawab yah ketika ditanya sudah sarapan atau belum. Ternyata aku tidak pusing lagi, tapi saat aku berusaha berbaring miring, kembali kurasakan aku seolah mau jatuh dari tempat tidur. Okelah aku tidak boleh berbaring miring rupanya dan hanya bisa telentang. Untuk menghindari pusing, akupun tidur terlentang tanpa bergerak. Samar-samar telingaku mendengar suara isakan. Awalnya pelan tapi lama kelamaan isak tangis semakin keras. ” Sabar nak, menyakitkan memang di buat begini. Ini sudah kelewatan. Dari awal mama sudah sangat tidak setuju kau memilih dia. Lihat apa yang dia lakukan padamu. Untungnya bayimu bisa diselamatkan” suara itu jelas dari pasien di sebelah kiriku. Suara isak tangis masih terdengar, kemarahan tertahan dari perempuan yang kuduga ibu pasien yang menangis terdengar makin keras, sesekali menasehati tapi lebih banyak mengumpat laki-laki yang jika kusimak, nampaknya anak mantunya. “Mama sudah menduga kalau dia memang pembohong dan culas. Bukan sekali ini kan kau dipukulnya? Untung hari ini mama liat dengan mata kepala mama. Kalau tidak, jadi apa kau di buatnya? Kenapa Kau selalu membela suami kurang ajar seperti itu? Istri mengandung bukannya di urus sebaik-baiknya malah di pukuli?” Terdengar kembali suara ibunya dengan kegeraman yang masih sama seperti awal tadi. Perempuan yang kuduga putrinya masih terisak tak berkata satu patahpun untuk membalas kata-kata ibunya ” Bu anaknya kita rawat inap yah, akan kita lihat janinnya semoga tidak terjadi sesuatu yang kita khawatirkan”.. terdengar suara dokter jaga yang memeriksaku tadi ” Tolong dokter selamatkan anakku” terdengar suara pasien menggeletar.
” Pasti bu, itu sudah tugas kami. Jangan banyak bergerak dulu. Ibu tenang. Istirahat saja sambil menunggu kamarnya siap, siapa yang akan tanda tangan formulir rawat inapnya bu?” ” saya dokter, saya ibunya. Mustahil saya minta dari suaminya yang sudah menyebabkan dia begini. Suami kurang ajar dan tidak bertanggung jawab” terdengar lagi suara ibu menjawab pertanyaan dokter. Aku kembali memejamkan mata, betapa nisbihnya hidup. Sejenak aku melupakan sakitku. Perasaan manusiawi yang sering menghinggapi kita, kita melupakan sakit yang kita alami manakala ada orang di dekat kita yang menurut kita lebih menderita dari kita. Dimata si anak perempuan pastilah laki-laki yang dipilihnya adalah laki-laki terbaik. Karena mustahil hatinya mau memilih pria jahat yang suka menjadikan istrinya sansak, yang mau dipukul setiap hari. Tapi dia masih berusaha menguatkan harap, menutupi keburukan suaminya sampai dia tidak mampu lagi menutupinya hingga akhirnya diketahui juga oleh ibunya. Sementara dimata sang ibu, pilihan anaknya sedemikian buruk hingga dari awal beliau memang sudah tidak menyukai. Intuisi seorang ibu seringkali diluar logika karena kepentingannya hanya ingin melihat anaknya bahagia.
Dan siapapun laki-laki, suami dari pasien disebelahku ini, sungguh menyedihkan dirimu. Jangan engkau mengangankan istrimu seorang bidadari, jika kau tak sanggup menjadikan rumahmu syurga. Karena tak ada bidadari yang tinggal di neraka. Jika engkau memuliakan istrimu, menjadikan rumahmu syurgamu baginya, menjaga hatinya maka istrimu akan menjadi bidadari bagimu. Dia akan mengurusmu, melayani semua keperluanmu, mendengarkan titahmu, menjaga anak-anakmu dan merawat syurgamu dengan baik. Karena sesungguhnya perempuan itu luar biasa, dia akan mengembalikan apapun yang kau peruntukkan padanya berlipat ganda dari yang mampu kau bayangkan…..
Perempuan hanya butuh rasa aman dan nyaman, rasa aman karena dia tidak mesti kelaparan dan kedinginan, butuh rasa nyaman karena di cintai dan dilindungi. Adapun yang lain, jika kau mampu memberinya maka itu adalah bonus yang akan dia bayar dengan segenap pengabdian.
Aku tersentak dari lamunanku saat perawat memegang bahuku, ” Bu, kamar ibu sudah siap. Ibu kami pindahkan kesana sekarang, agar bisa istirahat”. Aku menoleh kesampiran disebelah kiriku, aku tak mendengar suara apapun lagi bahkan desah nafas, mungkin dia sudah lebih dulu dipindahkan ke kamar. Siapapun dirimu semoga Allah melindungi bayimu, meletakkan rasa kasih sayang kedalam hati suamimu agar hidupmu berakhir damai.
Aku meninggalkan ruang IGD menuju kamar rawat inap, kupandang putriku yang melangkah mengikuti brangkar yang membawaku. Dalam hati aku berdoa untuknya, kiranya Allah mempertemukan engkau dengan laki-laki baik yang mampu menjaga hatimu, menggenggam tanganmu bersama menuju syurga.
Catatan pendek, rehat sejenak di ruang IGD dalam rangka pindah tidur šš