Aku tengah menyimak pemateri dari kemenkeu ketika salah seorang teman memberi kode yang tidak bisa kupahami, kutengok dia dan bertanya apa? Hingga tiga kali. Dia menyampaikan sesuatu yang sama sekali tidak bisa kutangkap maknanya. Karena dia melihat ekspresi bingung di wajahku akhirnya dia berdiri mendekat. “Bunda, palu gempa!” Katanya dengan wajah khawatir.
Tanpa firasat apapun padaku, aku bilang “iyakah?” Karena baru setengah jam yang lalu aku WA nan dengan putriku. Melihatku tenang-tenang saja, dia kembali menatapku dengan pandangan khawatir ” bunda, gempanya keras sekali, 7,7 SR” katanya. Jeger….. jantungku serasa mau copot. Cepat-cepat kubuka kembali WA anakku, berusaha menghubungi satu demi satu yg kira2 bisa menjawab kondisi anak2. Tapi tak seorangpun. Aku mulai cemas dan panik. Berbagai bayangan buruk melintas dalam pikiranku dan berusaha aku tepis. Aku buru2 naik kekamar dan menyetel tv. Sambil membuka-buka medsos untuk memantau berita terkini yang terjadi di palu.
Naas … bagiku karena semua berita yang kutonton dan kubaca tak satupun yang bisa menenangkan. Apalagi ketika disampaikan bahwa bahaya potensi sunami sudah di cabut, eehhh beberapa menit kemudian beredar vidio sunami dahsyat yang di TKP nya aku kenal persis dan jaraknya dari rumah tidak terlalu jauh.
Kecemasan dan bayangan buruk adalah hantu yang paling menakutkan bagi jiwa manusia. Serasa aku ingin berlari untuk bisa bersama segenap keluarga menghadapi dahsyatnya bahaya bersama. Mungkin yang dahsyat akan sedikit ringan jika kita bersama ada dan saling menguatkan ketimbang hanya membayangkan bagaimana ketakutan anak-anak menghadapi bahaya sendirian. Apalagi kejadiannya jelang magrib. Terbayang mereka menghadapi gempa yang keras dan sunami dekat rumah dalam situasi gelap gulita. Saya tau persis bahwa hanya ketiga anak perempuanku dan mamaku dirumah saat kejadian. Karena seorang anak lelakiku tengah bersamaku dan seorang lagi sedang bertugas di pulau. Sementara ayahnya juga tak ada dirumah, begitu info anakku sesaat sebelum gempa hebat itu terjadi. Aku berkeliling kamar tanpa tahu apa yang harus ku pegang agar kuat. Karena rasa frustasi dan kehilangan harapan nyaris membuat perasaan ingin mati. Dari televisi berkumandang azan. Pipiku seolah ditampar keras. Astahfirullah…. bagaimana mungkin disaat kritis seperti ini aku tak menyadari bahwa aku punya Allah? Sedemikian gelapnyakah hatiku hingga aku merasa sendirian? Tiba-tiba tangis yang dari tadi kutahan tumpah ruah tak tertahan . Lama kubiarkan diriku menangis keras hingga tak ada lagi air mata yg bisa kukuras. Aku berjalan gontai kekamar mandi. Berwudhu dan kembali menumpahkan semua sampah emosiku di sajadah. Aku tahu Allah mendekapku kuat. Aku tahu Allah menghapus air mataku. Allah menambah kekuatan didiriku untuk bangkit dan berdiri. Aku harus kuat tekatku. Dan memutuskan untuk keluar kamar dan berhenti menonton televisi dan membuka fb .
Diruang makan aku memaksa diri untuk mengambil makanan. Aku harus makan, karena sekirannya malam ini ada kesempatan untuk terbang ke palu pasti akan kulakukan dan aku akan melakukan perjalanan tidak boleh dengan perut kosong. Anak-anak membutuhkan kehadiranku sebagai penguat. Bukan bunda yang lemah dan sakit karena tak makan. Ketika makan itulah hpku berdering. Kutengok nomer telpon anakku. Alhamdulillah… sayang hanya misscall, meskipun kecewa aku kembali melanjutkan makanku.
Kekuatanku kembali bobol dititik nadir saat aku diperlihatkan oleh kawan vidio terjangan air yang melampaui papan reklame… ya Illahi, mungkinkah anak-anakku kuat bertahan jika posisi mereka menghadapi terjangan air yang demikian dahsyat? Membayangkan mereka ketakutan karena goncangan gempa, kejatuhan benda-benda keras bahkan tertimpa tembok rumah saja sudah membuatku hampir gila, apa lagi membayangkan anak-anak tergagap diterjang tsunami, kenyataan itu kembali menghantamku seolah kejadian itu terjadi didepan mata tanpa aku mampu berbuat apa-apa. Nyaris tak kudengar kata-kata hiburan yang disampaikan sahabatku. Karena hatiku seolah diremas hingga luluh dan hancur. Kata-kata dan kalimat apapun tidak lagi mampu kucerna dengan baik. Otakku serasa lumpuh tak mampu berpikir. Ketika terlintas dibenakku sesuatu yang membuat jantungku serasa beku dan berhenti berdetak, Ya Illahi mungkinkah telpon yang berdering tadi hanya halusinasi? Karena memang aku tak menangkap suara apapun setelahnya. Ataukah itu penanda bahwa telah terjadi sesuatu pada anak-anakku? Alhamdulillah tiba-tiba hpku berkedip telpon masuk dari seluler adikku.
Dengan suara terputus dia mengabarkan bahwa anak-anakku serta mamaku sudah berada ditempat aman. Subhanallah….. seolah sesuatu dihempaskan dari bahuku. Hatiku lega dan tak henti-hentinya aku mengucap syukur akan karunia Illahi. Sungguh selayaknya aku di hukum dengan ketakutan dan kecemasan karena terlalu mengandalkan diri ini. Sekalipun aku ada di sisi mereka, siapa aku yang mampu melawan kekuatan semesta. Ini cara Allah menunjukkan kepadaku bahwa aku yang selama ini merasa bisa melindungi anak-anakku sesungguhnya tak mampu melakukan apapun tanpa pertolonganNya, bahwa aku yang merasa bisa menjaga anakku sesungguhnya hanya kesombongan dan keangkuhan karena aku sesungguhnya tak bisa melakukan apapun tanpa izinNya. Ya illahi ampunkan rasa sombongku, kutitipkan keselamatanku dan keselamatan anak-anakku padaMu. Maha benar Engkau ya Allah dengan segala firmannya.