Kita pernah mencoret satu nama yang menduri diantara kita,
yang akhirnya kau cabut paksa meski tetap meninggalkan nyeri.
Hanya duri kecil, tak berarti dan sakitnya juga tak lama.
Kita pernah menghapus nama yang membuat jurang diantara kita,
Kita tinggalkan tokoh itu dibelakang panggung
karena perannya memang sangat tidak penting.
Kini kita tinggal berdua, tak ada duri,
pun tak ada tokoh lain yang berusaha mengalihkan perhatian kita
Tapi jiwamu luruh, semangatmu runtuh dan aku sakit karenanya….
Hanya kita berdua, bayang kita saling berkelindan,
tapi ragamu tak mampu kuraih, apalagi pikiranmu
Karena matamu memandang sudut kelam
yang membenamkan segenap ruh kita dalam kegelapannya
Dan mengunyah semua kenangan yang kita ronce dalam kubangan,
yang tak mampu aku bangunkan dari dasar pikiranmu.
Aku ingin melihat senyummu, meskipun palsu,
menatap matamu meskipun tak lagi ada gairah dan muram,
berdiri disisi hatimu, menyalakan suluh yang dulu kita nyalakan berdua.
Menguatkanmu dalam doa dan
mengusir kegelisahan yang menumpuk disudut-sudut pikiranmu.
Mungkin bisa tercetak kembali senyummu,
bahkan nyaring tawamu Terbawa angin sore,
menepuk hangat Hatiku yang tiba-tiba mendung
Mengusap embun yang jatuh di sudut mataku,
dan mengukir kegembiraan di hatiku
seperti riangnya kanak-kanak yang bisa memeluk beruang kesayangannya.
Jakarta, 9012018