Tengah menikmati macetnya jakarta, dari wahid hasyim ke Grand Indonesia yang biasanya ditempuh dengan bajay hanya 20 menit karena melewati jalan tikus, sore kemarin dengan kendaraan yang sama saya sudah menghabiskan waktu 1 jam 20 menit. Bahkan jalan tikuspun macet. Mungkin tikus2 jakarta lagi prepare libur panjang mau merayakan tahun baru😉
Rasanya saya ingin membatalkan saja perjalanan ini dan kembali ke hotel, tapi rasanya sama saja, jalan pulangpun akan menyita waktu lebih banyak mengingat tujuan saya sudah kelihatan bentuk bangunannya dari bajayku.
Sopir bajayku kali ini bernama syafei… aku bilang dia beruntung karena menyandang nama salah seorang ulama mazhab besar.
Kisahpun mengalir lancar dari mulutnya, tidak peduli klakson sopir mobil-mobil mewah di kiri kanan kami memekakkan kuping, sesekali si syafei juga membunyikan klakson bajaynya yg cempreng. Aku tersenyum menikmati kondisi yang bagi sebagian orang pasti sanggup menimbulkan stress tingkat dewa.
” Rasanya pasti enak yah bu, jadi orang kaya seperti pengendara mobil-mobil mewah di sebelah ini” kata si syafei sambil menunjuk mobil camry yang persis di sebelah bajay nya.” Siapa bilang? Kita tidak tahu kan? Bisa jadi mobil mewahnya belum lunas” kataku sambil tersenyum “Yah paling tidak, dia tidak perlu bekerja sekeras saya bu, turun dari rumah pagi-pagi, pulang menjelang malam dapatnya 100 ribu” kata syafei lagi separuh mengeluh, dalam hati aku bilang sayang sekali dia belum bersikap sesuai nama besar yang disandangnya. 😊 ” Pak, kadang kala kebahagiaan itu tidak bisa diukur dari apa yang diliat mata, siapa bilang orang kaya tidak bekerja keras? Mungkin jauh lebih keras dari yang bapak bayangkan. Coba pikirkan, kalau bapak sampai dirumah bawa duit 100 ribu langsung bisa nyenyak tidur, istri bapak yg akan berpikir bagaimana uang 100 ribu ini bisa memenuhi kebutuhan sampai besok, tapi orang kaya bahkan tengah tidurpun otak mereka sibuk berhitung, bagaimana agar kekayaannya tidak berkurang atau bagaimana agar simpanannya terus bertambah banyak. Kita orang miskin tidak pernah khawatir lupa mengunci pintu rumah, kalau capek langsung tidur, karena kita tahu pencuripun enggan masuk rumah kita. Tapi orang kaya dia betul2 harus memastikan semua pintu dan jendela sudah terkunci harus pula menggaji satpam untuk menjaga rumahnya dan mungkin mengeluarkan biaya ekstra untuk membeli anjing penjaga demi keamanan hartanya. Iya kan pak?” Tanyaku saat melihat dia mengangguk-angguk dan tersenyum.
” Saya selalu berdoa bu, agar bisa jadi orang kaya bu” katanya lagi. “Keluarga saya semua susah bu, mungkin karena pendidikan kami rendah, padahal saya gak bodoh2 amat bu. Miskin inilah yang membuat kami bodoh, kalau saya mau egois bu sebenarnya saya bisa tamat SMA, tapi saya kasian ibu saya yg kerja banting tulang, karena papa saya gak bisa apa2. Kakak perempuan saya juga hanya tamat SD” katanya masih curhat. ” Pak syafei….. , di dunia ini kita seperti wayang ditangan dalang” kata saya mencoba merespon curhatnya.” Masing-masing kita dikasih peran yang sesuai. Semisal dunia ini hanya ada peran sebagai orang kaya… maka pasti ceritanya bakal lain. Atau semuanya miskin kondisi dunia pasti aneh. Tapi karena ada berbagai peran maka kewajiban kita hanya melakonkan semua peran yang di percayakan oleh dalang dengan baik, untuk memainkan peran tersebut dengan baik kita di kasih bocoran dan rambu-rambunya. Bapak muslim toh? Nah caranya ada di qur’an dan dalam hadits. Jadi bukan soal miskin atau kaya karena itu hanya peran-peran sementara. Yang paling penting adalah bagaimana kita memainkan peran sebaik mungkin dan mengakhirinya dengan sukses” Aku liat pak syafei kembali mengangguk-anggukkan kepalanya. Entah apakah dia menangkap maksud pembicaraanku atau tidak.
” Bapak turun pagi, sore sudah bisa ketemu anak. Lha saya turun pagi adakalanya baru pulang malem2. Belom lagi harus terbang kesana kesini … jarang ketemu keluarga, itu aku bukan orang kaya pak, tentu jadi orang kaya lebih banyak lagi waktu yang tersita untuk pekerjaannya dari pada waktu kekeluarganya. Kalau di pikir2 buat apa uang kalau kita jarang menikmati kebersamaan dengan keluarga” dia kembali mengangguk.” Ibu benar, saya juga ditawari kerja di bengkulu dengan gaji 4 juta bu. Tapi saya mikir, jauh sekali saya dengan isteri dan anak-anak saya. Kalau disini 3 bulan atau pas libur istri dan anak2 saya bisa datang jenguk saya. Kalau di bengkulu mahal betul untuk bisa ketemu, hidup itu ternyata pilihan yah bu”. Saya tersenyum ” Bisa iya bisa tidak. Dalam posisi bapak ditawari pekerjaan bapak boleh memilih ambil atau buang. Tapi dalam posisi cara tepat untuk menjadi bahagia dengan semua peran, pilihannya cuma satu MENSYUKURI APAPUN YANG DITETAPKAN BUAT KITA. Tanpa rasa syukur jadi mentri atau presiden sekalipun kita tetap akan menjadi manusia pengeluh. Tidak akan pernah cukup dan tidak akan pernah puas” kataku tersenyum melihat pak syafei memberi jempol. ” Pernah dengar cerita orang kaya dengan pencari kayu? ” pak syafei menggeleng. Aku pun mulai berkisah tentang orang kaya yang diakhir hidupnya ingin ditemani di kuburnya jika dia mati, dan siapapun orangnya yang mau menemani akan dia serahkan 3/ 4 dari keseluruhan harta miliknya.
Ketika dia meminta kesediaan istrinya yang begitu dia cintai dan dia tau juga mencintainya untuk menemaninya dikubur istrinya menolak keras, putra putrinya pun yang untuk mereka dia bekerja sepanjang hidup, tidak mau kalau harus menemani ayah mereka dikubur. Majulah si pencari kayu bakar, karena keinginannya untuk menjadi orang kaya sudah demikian lama dan dia melihat inilah saatnya dia bisa merubah nasibnya dan dia sudah sangat bosan menjadi orang miskin.
Apa yang terjadi kemudian? Setelah beberapa hari dikuburkan dengan orang kaya tadi dan waktu sesuai perjanjian selesaiw si pencari kayu keluar dari makam dan menolak mengambil harta yang menjadi balasan atas kesediannya di kubur bersama dengan almarhum. Ketika masyarakat bertanya mengapa dia menolak, si pencari kayu mengatakan ” saya tidak ingin mempunyai harta yang banyak, sedangkan saya hanya punya 1 kapak tidak putus2nya saya ditanya dari mana saya mendapatkan kapak saya dan untuk apa kapak itu saya pergunakan, ketika saya mengatakan untuk membelah kayu bakar, sayapun di cecar dengan pertanyaan dimana saya ambil kayunya, apakah aku izin dari pemiliknya ataukah aku mencuri kayu tersebut, ketika aku bilang aku mengambilnya dari hutan yg tidak ada pemiliknya aku ditanya lagi setiap sen dari yang aku dapat dari penjualan, berapa yang aku makan, aku apakan sisanya dsb. Begitu setiap waktu ohhh Tuhan, hanya kapak saja sudah seperti demikian pertanyaan bagaimana pula jika aku mewarisi 3/4 kekayaan almarhum, ohhh… tidak biarlah saya miskin selamanya kata si pencari kayu”
Aku mengakhiri ceritaku dan si Syafei akhirnya bilang “waduh bu, kalau gitu saya jadi apa yang dipilihin Allah saja. Saya akan menjalani hidup saya dengan sebaik-baiknya. Terima kasih yah bu, semoga ibu diberi kesehatan, bekerja baik dan dijauhkan dari segala keburukan” kata syafei. Aku mengaminkan doa tulusnya, semoga Allah mengijabah doanya. Saat aku turun syafei bilang ” Terima kasih bu, kalau ibu berkenan, dan ibu ke jakarta lagi dan mau naik bajay, ibu telpon saya yah. Saya siap nganterin ibu kemana aja. Sekarang ibu belanja saja, saya akan menunggu sampai ibu selesai belanja dan ngantar ibu balik ke hotel ” katanya menerima ongkos Bajay dan sedikit tambahan oleh2 buat putra-putrinya ” Terima kasih ya pak syafei!” Kataku sambil menyimpan nomer hp yang di berikan pak Syafei. Aku turun di GI berjalan menuju gramedia untuk mencari buku dan tidak khawatir pulang agak malam karena ada bajay dengan sopirnya yg akan mengantar pulang dengan aman😊 ternyata dimana-mana begitu banyak orang baik yang bertebaran di bumi ini, kita hanya perlu membuka diri dan membuka hati untuk menerima semua orang dengan hati lapang. Hidup ini indah kalau kita mau menciptakan keindahan itu sejak dalam pikiran.