“Tuhan tidak akan membiarkan air matamu berlinang penuh kesedihan tanpa rencana membuatmu Tersenyum bahagia”
Bahagia…. kata yang nyaris kita dengar setiap saat terlontar dari bibir yang tersenyum, dari wajah yang berurai air mata, dari pipi yang kemerahan, yang keriput, dari yang mata sipit, si mata biru, hidung pesek, jidat lebar, bibir merah merekah … intinya semua orang mendambakan kata itu. Yang berjalan berhayal bahagianya jika bermotor, yang bermotor bilang bahagianya jika naik mobil, yang tinggal di gubuk berkhayal bahagianya jika punya rumah mewah, yg tinggal di rumah mewah bilang bahagianya jika memiliki keluarga lengkap di rumah sederhana. Yang jomblo termimpi-mimpi bahagianya jika punya pasangan, yg punya pasangan pening berhayal bahagianya jika kekasihnya setia…. lalu…. dimana letak bahagia itu? kalau setiap orang meletakkan standar sendiri- sendiri tentang bahagia? kalau faktanya seperti itu maka bahagia itu tidak terletak pada benda atau barang yg kita miliki, buktinya yang memiliki semuanya masih saja menginginkan hal lain yang belum dia miliki, bukan juga terletak pada pasangan cantik atau ganteng, faktanya pasangan cantikpun masih tetap tidak menjamin lelaki bersetia pada pasangannya. Lalu kemana harus mencari bahagia? Bahagia tidak bisa diraih dengan teori secanggih apapun, karena sang maha gurupun ada yang kehidupannya tawar dan jauh dari bahagia. Bahagia ternyata sesuatu yang ada di jiwa berkenaan dengan cara hidup, butuh kerja keras, keterampilan dan latihan yang terus menerus dan tentu saja di barengi dengan kemauan yang gigih. Bahagia itu praxis. Berpikir, praktek, merenung, memperbaiki praktek, merenung lagi dst.
Untuk bahagia ternyata pengetahuan juga menjadi penting agar praktek menjadi lurus. kenapa butuh pengetahuan agar praktek yang kita lakukan tidak menyesatkan, pengetahuan agama menjadi penting agar introspeksi dan perenungan yang kita lakukan tidak keluar dari norma yang berlaku apalagi kalau kemudian malah menjauhkan kita dari Tuhan. Bukankah kebahagiaan yang hakiki adalah kondisi semakin dekatnya hati kita dengan Allah? Kenapa perlu merenung? kayak orang yang kurang kerjaan saja😉😉 karena merenung yang dimaksud bukan sekedar berkhayal dan berandai-andai tapi merenung yang dimaksud adalah kontemplasi… introspeksi.. berdialog dengan hati… membuka mata hati untuk melihat semua keberadaan kita secara menyeluruh dari semua sisi… menyaksikan kebesaran Tuhan yang telah kita terima dengan sejujurnya, yang berujung pada rasa terima kasih yang sungguh-sungguh, penerimaan yang tulus dan ikhlas atas segala yang sudah kita terima dan miliki. Tidak mudah melakukan itu semua karena iblis akan berjongkok di setiap perenungan kita untuk membisikkan betapa sengsaranya kita jika dibandingkan dengan orang2 disekeliling kita… sehingga perenungan yang kita lakukan sering kali hanya berujung kepada iba diri dan menjauhkan kita dari rasa syukur. Itulah sebabnya ilmu agama menjadi penting agar kita mengenali wujud pengganggu yang akan menjauhkan kita dari tujuan. Bahwa tidak ada sesuatupun di dunia ini yang akan bertahan lama dan abadi, demikian juga dengan tangis, penderitaan dan luka hati. Semua hanya sekedar bumbu kehidupan yang di design oleh sang pemilik hidup agar kita menghargai apapun yang yang DIA anugerahkan. Kemampuan kita mensiasati hati saat di rundung duka, diserbu oleh kekecewaan demi kekecewaan, perasaan luka karena di khianati menjadi bagian hidup yang akan menjadikan kita lebih kuat dan bijak. Seperti itulah hidup menempa seseorang seperti yang dia inginkan. Di saat itulah menjadi perlu bagi kita untuk merefleksi diri, mereview kembali perjalanan hidup kita melalui perenungan.
Nah perenungan dan praktek yang berulang-ulang, kompromi dengan hati dan meyakini bahwa ada Allah yang akan mengatur dan mengurus semuanya dengan sempurna akan membuat hati kita nyaman dan sungguh-sungguh bahagia, hidup akan terasa lebih ringan dan segala sesuatu di sekeliling kita akan nampak indah, yakin dan percaya kau akan bisa tersenyum dengan wajah yang sumringah… coba deh😍😍 (Semoga mamfaat yah, effek hujan pagi… bawaannya pengen nulis saja