Aku kembali ada disini, bukan di tempat biasa dan tidak dengan perasaan biasa. Aku memilih langsung menuju gate begitu menerima boarding pass, jam keberangkatan yang tepat bersamaan dengan jadwal waktu buka puasa, membuatku memilih untuk duduk menunggu saja di gate, dari pada duduk di lounge, ditambah lagi, penerbangan ke palu selalu ditempatkan di gate yang membakar separuh kalori dan lumayan menguras energy untuk menjangkaunya. Aku sampai di ruang tunggu dan bebas memilih tempat duduk sesukaku, karena nampaknya penghuni gate 16 kali ini tidaklah sepadat biasanya.
Kali ini aku menempati kursi yang disediakan untuk manula😀 karena dari sekian kursi yg tersedia baru satu yang ditempati oleh seorang ibu yang mungkin usianya 5 atau 6 tahun diatasku. Aku duduk disampingnya karena memang itu posisi paling nyaman yang memungkinkan aku bisa memandang kesegala arah dan melihat orang-orang yang duduk menunggu digate ini dengan leluasa.
Baru saja aku menghempaskan tubuhku dikursi, si ibu kudengar bertanya: ” maaf bu, bisa diliatkan saya di terminal berapa yah di jogya nanti?” Kata si ibu sambil menunjukkan boarding passnya, “penjemput saya di jogya menanyakan nanti saya tiba di terminal apa?” Sambungnya, Aku tersenyum dan bilang “Sampaikan saja ke penjemput ibu, agar menjemput di terminal kedatangan, karena di boarding pass ini tidak dicantumkan terminal di jogya bu, yang ada disini hanya gate ibu di bandara saat ini, jam keberangkatan pesawat ibu dan sit ibu di pesawat nanti”. Kataku menunjukkan apa yang aku jelaskan padanya, serta mengembalikan boarding passnya. Si ibu tersenyum lagi ” 6 tahun saya tinggalkan banyak sekali yang berubah” katanya. ” Dulu aku tinggalkan bandara ini belum seperti ini, pasti jogya sudah berubah banyak” aku menatap si ibu tertarik ” Maafkan ibu aslinya mana? Dari Jogyakah?” Si ibu menggeleng ” saya dari purworejo, 6 tahun saya bekerja di Riyad” aku menatapnya kagum. Si ibu rupanya salah satu Pahlawan Devisa. Rela meninggalkan keluarga bertahun-tahun untuk mengais rezeki di negeri orang. Pasti banyak yang dia pertaruhkan. Waktu 6 tahun bukan waktu sebentar. Bukan hanya Bandara saja yang berubah tapi hati orang-orang yang dia tinggalkanpun pasti berubah.
Diusianya yang tidak lagi muda, mungkin 6 tahun lalu dia seumurku. Usia separuh abad, saat banyak organ tubuh mulai haus, banyak hormon yang mulai seret di produksi, saat tulang-tulang sudah mulai keropos, dia memutuskan pergi jauh tanpa tahu seperti apa dunia yang dia kunjungi. Tanpa tahu seperti apa nasib mempermainkan dirinya disana, penuh tanda tanya, taqdir apa yang menanti dirinya disana. ” Kalau Bandara ini baru tahun lalu di gunakan bu, mungkin 6 tahun lalu ibu masih menggunakan terminal F di gedung lama. Tapi kalau ibu nanti sampai di jogya perubahannya tidak terlalu membuat ibu pangling” kataku menenangkan. Ibu itu tersenyum menatapku dengan sorot mata senang seperti yang aku harapkan” ibu mau kemana?” Tanyanya tanpa memutus pandangannya dariku ” saya ke palu bu, pulang!” Kataku “Asli jakartakah bu?” Tanyanya lagi. Aku tersenyum menggeleng “Saya asli Palu bu, kesini karena tugas dan sekarang mau pulang” si ibu tersenyum lagi, wajahnya cerah, giginya putih berbaris cemerlang menyebabkan senyumnya sangat manis dan menurutku amat tulus “6 tahun betah di Riyad, artinya pekerjaan ibu pasti menyenangkan” kataku kembali membuka percakapan, si Ibu lagi2 tersenyum dan memandangku senang “Alhamdulillah, saya mendapat kerjaan yang tidak terlalu berat, hanya mengurus sepasang suami isteri, nanti pada hari jumat barulah keduanya dikunjungi oleh banyak keluarga” katanya tetap tersenyum, aku langsung berkesimpulan bahwa sikap tulusnyalah yang membuat induk semangnya menyenangi si ibu. Bukankah hal yang paling menyenangkan dari diri seseorang adalah keramahan yang tulus, yang tidak di buat-buat dan senyum yang selalu merekah? Dan si ibu memiliki semua hal yang membuat semua orang betah berbicara lama-lama dengannya. “Artinya kedatangan ibu kali ini hanya cuti sementara atau masih ada rencana balik lagi?” Lagi-lagi ia tersenyum ” Lihat nanti, mereka masih menginginkan saya kembali, tapi saya belum tau, inginnya saya tidak pergi lagi, pengen kumpul saja dengan keluarga, saya juga sudah tua” katanya masih dengan senyum. ” Aku menatap si ibu kagum, adalah benar usianya jauh diatasku, tapi sedikitpun aku tidak melihat kelemahan fisik, bentuk tubuhnya sangat proporsional, tipe perempuan pekerja yang pasti tidak suka duduk di belakang meja, jari-jarinya menampakkan urat-urat, tapi bersih dan terawat, satu hal lagi menunjukkan bahwa beliau perempuan pekerja, kesederhanaan yang memukau….
Wahai…. dimanakah lelakinya? Suaminya atau putranya yang mustahil belum dewasa saat si ibu usianya telah melampaui separuh abad seperti sekarang, apakah mereka tega melepas lagi si ibu ini bepergian jauh menyebrangi benua untuk membantu mencukupi kebutuhan keluarga? Membiarkan dirinya terbuang bersama orang-orang asing hanya bermodal semangat dan niat baik membahagiakan orang-orang yang dia tinggalkan. Nasib manusia memang tidak akan berubah jika kita tidak berusaha untuk mengubahnya dan si ibu adalah manusia yang rela meninggalkan semua yang dia cintai demi untuk mengubah apa yang masih sanggup dia ubah. Meskipun aku menangkap keinginan untuk tidak lagi kembali ke Riyad tapi kalimat LIHAT NANTI sudah cukup bagiku berkesimpulan bahwa jika akhirnya dia melihat apa yang dia harapkan ketika pergi belum terwujud maka itu artinya dia kembali ikhlas untuk berangkat lagi, meninggalkan keluarganya dan lagi-lagi tanpa tau Taqdir apa yang akan dia jemput di negara orang.
Panggilan untuk penumpang Palu terdengar, ” Ibu itu pesawat saya, saya pamit, 20 menit dari sekarang pesawat ibu ke jogya akan menyusul” Aku berdiri dan menjabat tangannya erat sepenuh kagum. Si Ibu ikut berdiri menjabat tanganku bahkan menepuk punggungku ” Terima kasih, semoga selamat sampai di palu” katanya lagi2 dengan senyum tulus, aku mengangguk “Doa yang sama buat ibu, selamat sampai di jogya dan selamat bertemu keluarga”. Sambil berjalan ke pintu Gate aku membayangkan seperti apa rasanya rindu yang dia rasakan? Mungkinkah orang-orang yang dia tinggalkan masih orang yang sama enam tahun lalu? hati-hati yang dia tinggalkan masih tetap hati yang enam tahun lalu saat dia pergi? Aih… Allah tidak pernah aniaya kepada hambanya, selalu ada skenario manis yang dia siapkan untuk mereka yang sabar dan tulus, dan aku sepenuh yakin bagi si ibu pasti menerima buah dari ketulusannya. Semoga
On my way from Jakarta
Wahh keren
SukaSuka