Dia menatap laki-laki didepannya dengan seksama… tak ada satu incipun bagian wajahnya yang lewat dari pandangannya, sulit mengartikan apa maksud dari pandangan tajam yang dia lemparkan, bahkan laki-laki yang bersangkutan, merasa seolah-olah pandangan itu mencengkeram jantungnya dan membuatnya sulit bernafas. Tapi Ken berusaha duduk dan menunjukkan wajah setenang yang bisa dia tunjukkan. Dia menghisap rokoknya dengan hisapan panjang dan membuang asapnya kuat-kuat sekaligus membuang nafasnya yang tadi tiba-tiba terasa sesak saat matanya bersitatap dengan mata Anggi. Anggi tidak berkata apa-apa, tapi tatapan matanya yang menyambar-nyambar tajam menurutnya sudah cukup menjelaskan rasa mual yang memenuhi dadanya. Mual menyaksikan dusta dari wajah innocent yang duduk dihadapannya saat ini. Sakit sekali hatinya, jika mengingat tulisan-tulisan Ken yang dibacanya, yang ditujukan mungkin ke semua yang namanya gadis yang pernah dia temui, Ken duduk tenang, mengisap rokok dan menyeruput minuman dari cangkir dihadapannya, begitu tenang tanpa sedikitpun merasa bahwa kemarahan Anggi seperti api yang siap menyambar siapa saja dihadapannya. ” Kok gak diminum?” Ken bertanya dengan mimik heran, Anggi berusaha tersenyum, meski sadar senyumnya pasti tak semanis biasanya karena memang itu bukan senyum tulus…. dadanya terasa ngilu melihat senyum Ken, entahlah dia merasa senyum itu seolah mengejeknya, melontarkan dirinya kedalam kubangan perasaan gamang yang membuatnya luruh tak berdaya. Dia ada di satu tempat yang membuatnya begitu nelangsa, dia amat sangat mencintai Ken, perasaan yang sama sekali tidak mungkin dia tepis.. rasa sayang yang akhirnya membuatnya sakit karena fakta bahwa Ken bukanlah lelaki seperti yang selama ini dia kira. Yang mencintai dirinya sebesar dia mencintai, yang menjadikan dirinya satu-satunya perempuan didalam hatinya. Egois memang, tapi adakah perempuan di dunia ini yang mau di duakan seperti apapun buruknya dia? Perempuan memang diciptakan dengan perasaan yang lebih dominan, diciptakan untuk menjadi ratu bagi kehidupan, yang menganggap siapapun kemudian yang masuk dalam hidupnya, hendaknya bersedia menomor satukan dirinya, diciptakan untuk selalu memiliki perasaan, dia sangat penting bagi mereka disekelilingnya, sehingga manakala dia di abaikan itu sama halnya dia diminta untuk mati saja. Terlalu naif jika menyangka mereka diam, kemudian menerima diperlakukan tidak adil, mereka diam dan kita artikan sebagai sifat sabar yang memang patut mereka miliki. Karena sesungguhnya diamnya perempuan memiliki banyak makna yang bisa jadi merupakan protes keras. Dan itulah yang sedang terjadi pada Anggi. Anggi sebenarnya tipe perempuan lembut hati, ramah, murah senyum dan cerdas, kelemahannya adalah dia sulit mengatakan tidak apalagi jika itu diminta dengan wajah memelas, mudah memaafkan tapi sulit sekali melupakan sesuatu. Dia juga mempunyai intuisi yang kuat bahkan ada kalanya mengetahui sesuatu hal dengan tepat meskipun dia tidak disana. Baginya ini merupakan satu kelemahan kalau bisa disebut sebagai sesuatu , karena lebih banyak dia tidak ingin mengetahui kenyataan yang dilihatnya, meskipun bagi sebagian orang, Â itu dianggap kelebihan.
Anggi masih diam, sesekali matanya berkedip cepat, kegelisahan hatinya saat ini membuatnya tidak bisa berpikir tenang, meski otaknya berusaha kuat, dipaksanya untuk menyusun kalimat yang akan dia sampaikan dihadapan Ken, tapi kemarahan selalu membuat seseorang kehilangan akal sehatnya, dan Anggi tidak ingin dia nampak konyol dihadapan Ken. Ken masih terus menghisap rokok dihadapannya itu sudah batang kedua sejak mereka duduk disini tanpa bicara. Anggi meraih minumannya menyeruput perlahan berusaha agar setiap teguk yang di minumnya mampu mengurangi perasaaan marahnya, ” Sayang…. kamu kenapa sih?” Suara Ken memecahkan keheningan diantara mereka, Anggi mengangkat wajahnya dan mata mereka bersitatap, Anggi membuang pandangannya karena takut kelembutan tatapan Ken sanggup mengusir kekuatan hatinya untuk menumpahkan kemarahannya. Bukankah selama ini selalu seperti itu? kemarahannya selalu buyar jika Ken datang dengan segenap kepedulian dan menawarkan perhatian dan kelembutannya. Anggi selalu saja meleleh jika Ken sudah bermanis-manis. Entah kemana terbangnya semua kemarahan dan kecemburuan yang nyaris membuatnya terbakar hangus.
” Ken…..” katanya kembali memberanikan diri memanggil ” yah” kata Ken memasang wajah lembut dengan senyumnya, Anggi sama sekali tidak membalas senyum itu. ” Beberapa hari ini aku berpikir tentang kita Ken” kata Anggi mengatur suaranya agar tidak bergetar, Ken memutar tubuhnya tepat berhadapan dengan Anggi. ” Terus?” Kata Ken menatap Anggi dengan wajah jenaka, Anggi bergeming ” Aku serius Ken!” Kata Anggi, Ken mendoyongkan tubuhnya hingga wajahnya lebih dekat pada Anggi, ” Nah aku kan tanya, apa yang kau pikirkan tentang kita?” Anggi memperbaiki letak kaca matanya yang sebenarnya sudah baik, hanya sekedar membuang rasa jengahnya saat menyadari wajah mereka demikian dekat. ” Aku rasa, aku harus mundur Ken?” Kata Anggi ” Aku tidak kuat kalau kita seperti ini terus” sambungnya. Saat mengatakan itu Anggi merasa dadanya seolah akan meledak, dikerjapkannya matanya , mencegah jangan sampai air mata yang ditahannya sejak tadi akan burai. ” Kenapa kamu berpikir seperti itu?” Tanya Ken, sambil menatap Anggi lurus-lurus kedalam matanya. ” kamu selalu membohongi aku Ken, aku membaca semua pesan yang kau kirim. Kau tahu bahwa aku tak suka itu, menyakitkan bagiku tahu kau menyimpan begitu banyak orang dihatimu” kata Anggi kini berani menatap Ken dimatanya seolah memastikan bahwa apa yang dia katakan, akan dia temukan jawabnya di mata Ken, Ken menggeleng kepala masih dengan senyum ” Kau tidak tau seberapa dalam perasaanku padamu kan?” Tanya Ken,  Anggi tidak menjawab ” Apa arti ucapanmu kalau apa yang kau katakan disini tidaklah sesuai dengan apa yg aku liat dan rasakan Ken? Bukankah kau juga mengatakan hal yang sama kepada semua perempuan diluar sana” kata Anggi kali ini benar-benar menagis… Ken kali ini bukan hanya mendoyongkan tubuhnya tapi juga meraih jemari Anggi yang yang dia letakkan dipangkuannya “Dengar Anggi, aku tak punya rasa sedikitpun kepada orang-orang itu” kata Ken berusaha meyakinkan Anggi, “Bullshit, aku muak mendengar semua omong kosongmu Ken, jika kemarin-kemarin aku masih bisa mempercayaimu, tidak sekarang, sudah cukup Ken, berapa lama lagi kau akan terus seperti ini? Berapa banyak maaf yang kau butuhkan dariku Ken? Katakan, bukankah sudah berulang-ulang kau lakukan kesalahan dan aku selalu saja memaafkannya? Ken, kesalahan  pertama yang kau lakukan, itu murni disebut kesalahan, tapi kesalahan yang sama yang kau lakukan berikutnya sesungguhnya itu adalah pilihan, karena kau melakukannya dengan kesadaran penuh. Artinya sama saja kau membodohiku, menipuku Ken.  aku bilang, aku harus mundur”. Kata Anggi tanpa jeda, sambil menarik jemarinya dari genggaman Ken. Ken, terpaku di kursinya, tidak menyangka sama sekali bahwa Anggi dapat bersikap seperti itu. Yah hari ini dia menyaksikan Anggi seperti seekor harimau terluka. Matanya tajam tapi menyimpak robekkan hatinya, sikapnya yang biasa lembut dengan kata-kata halus sekarang keras, tegas dan tanpa ampun. Sungguh sama sekali diluar perkiraan Ken. Anggi berdiri, menyambar tasnya di atas meja, merapikan roknya dan berbalik ” Kita berpisah disini Ken, aku tidak ingin melihatmu lagi setelah ini” Anggi berbalik, berjalan cepat meninggalkan Ken yang masih duduk dikursinya, tak sempat menahan langkah Anggi, mengucapkan sepatah katapun bahkan ucapan selamat tinggal. Rasa sesal dihati Ken karena Anggi memilih berpisah darinya menggunung, tapi dia juga menyadari bahwa dia salah menyikapi ketenangan dan kesabaran Anggi. Anggi memang tidak seperti banyak perempuan yang dia temui, dan sejujurnya dia mengakui bahwa separuh hatinya terbawa oleh Anggi. Meskipun ada saja niat isengnya untuk merayu perempuan-perempuan cantik yang seolah-olah sengaja berseliweran di sekitarnya. Ken membuang sisa rokoknya, mengusap kepalanya sambil berpikir keras, bagaimana cara agar Anggi memaafkannya, melupakan kemarahannya dan berbaik lagi dengannya. Tapi sikap Anggi barusan membuatnya agar keder, Anggi tidak seperti biasa, yang meskipun marah jika Ken sudah bermanis-manis maka dia akan kembali tersenyum, kembali riang bahkan merespon kisah-kisah lucu yang diceritakan Ken dengan kisah yang lebih rame. Yah karena dasarnya Anggi memang perempuan baik, yang sering membuat Ken bertanya-tanya terbuat dari apa sebenarnya hati Anggi. Sesungguhnya Ken tidak punya maksud untuk menyakiti Anggi, sama sekali tidak. Dan pesan di WA, BBM ataupun messangger yang dia kirim kepada gadis-gadis temannya di dunia maya juga bukanlah pesan sungguh-sungguh. Sudah berulang kali dia menjelaskan hal itu pada Anggi. Ken menganggap apa yang dia lakukan itu masih dalam batas-batas kesopanan, memang ada kata-kata sayang, tapi sekedar bumbu kata yang di medsos sudah merupakan hal umum. Ken hanya lupa kalau Anggi jago IT dan dengan mudah mampu mengakses semua akun medsosnya. Ken tertawa pahit, menyadari kesalahannya kali ini tak akan terampuni. Anggi sudah memutuskan pergi dari hidupnya, dan itu semakin mempertebal rasa sesalnya. Sayangnya banyak hal dalam hidup yang tidak bisa diulangi, sehingga baginya kemungkinan untuk meraih Anggi kembali dalam hidupnya adalah sebuah tantangan baru, seperti halnya dulu saat pertama dia memperjuangkan agar Anggi menerima dirinya sebagai teman dekatnya.
Dia membuang sisa rokoknya, menginjak untuk mematikan apinya dan melangkah ke mobilnya gontai.
Anggi bejalan cepat kejalan raya, menghapus air matanya yang seolah tidak mau berhenti mengucur, sakit di hatinya semakin membuatnya merasa ngilu. Dan itu benar-benar menyiksanya. Anggi mengangkat kaca matanya, menghapus air matanya cepat, sekaligus membersihkan hidungnya. Berjalan ke tong sampah dan membuang sampah tisu yg baru dia gunakan. Dia melambai memanggil taxi, menghempas tubuhnya, setelah lebih dulu membuka pintu mobil, menyebut alamat rumahnya dan duduk diam, menikmati riuhnya pikiran yang berkecamuk dikepalanya.
Anggi merasa hari ini adalah hari terburuknya, anehnya ada rasa puas dalam hatinya bahwa hari ini dia bisa menyampaikan keinginan yang sesungguhnya sudah lama, ingin dia lakukan kepada Ken. Menyampaikan dengan lugas kepada Ken bahwa dia tidak suka cara Ken mengobral rayuan kepada setiap perempuan yang dia temui, meski ada setitik keyakinan dalam hatinya, bahwa sesungguhnya Ken benar-benar cinta kepadanya seperti yang selalu dia dengar, Â bahkan ditunjukkan Ken dari perhatian dan kepeduliannya. Tapi keyakinan itu kemudian seolah lenyap manakala Anggi membaca pesan-pesan Ken kepada teman perempuannya, yang menujukkan seolah-olah dirinya tidak pernah ada dihati Ken. Dan itu sungguh menyakitkan. Jika sekarang dia memutuskan untuk meninggalkan Ken, bukan karena dia tidak lagi mencintai Ken, karena dia tau betul perasaannya kepada Ken bukanlah sekedar perasaaan sayang, tapi dia merasa nyaman, merasa terlindungi, dan lebih dari itu semua, dia tau jika mereka benar-benar berpisah akan butuh waktu lama baginya untuk menyembuhkan luka hatinya. Keputusan memutuskan Ken yang dia lakukan hari ini, sesungguhnya hanya mempercepat fakta bahwa sama sakitnya dia berada di dekat Ken, dengan semua sikap bebasnya kepada gadis-gadis disekitarnya, dengan dia meninggalkan Ken selamanya. Kalau dia meninggalkan Ken, sesungguhnya dia melindungi hatinya dari rasa sakit yang tidak berkesudahan, bertahan di sisi Ken dan menelan semua kebohongan Ken sama artinya dia menyodorkan dirinya perlahan-lahan pada kematian. Bagaimana tidak? Setiap kali dia menemukan kebohongan Ken, Ken akan datang minta maaf dan bermanis-manis maka kemarahannya akan buyar seperti padang tandus yang disirami hujan, tapi itu tidak akan berlangsung lama karena setelahnya Ken akan kembali mengulangi dan begitu seterusnya. Sampai kapan dia akan menanggungkan rasa sakit dibohongi dan dikhianati seperti itu? Kalau akhirnya sekarang dia berani mengambil keputusan untuk meninggalkan Ken, mungkin dia terluka, tapi dia akan menyaksikan dengan kesadaran penuh darah yang mengalir dari lukannya, menikmati lukanya mungkin sampai luka itu sembuh dan mengering dengan sendirinya. Dibanding luka penghianatan Ken yang selamanya tidak akan pernah kering, karena baru akan menutup, Ken menggores lagi luka baru. Anggi melepas kaca matanya beningnya, membersihkan matanya dengan lebih teliti, sekaligus memperbaiki riasannya. Menyimpan kaca mata bening dan menggantinya dengan kaca mata gelap. Mungkin seharusnya dia melakukan itu sejak sekarang, menikmati lukanya sampai luka itu tidak betah bertahan di batinnya. Dia percaya waktu akan membantunya menghapus Ken dari sana, berapa lama? Anggi juga tidak tau, tapi dia amat yakin mungkin dia dan Ken tidak sekufu, bukankah Tuhan akan mengumpulkan seseorang dengan orang yang sekufu? Dan jika hari ini dia dan Ken berpisah bukankah itu cara Tuhan membelajarkan dirinya bahwa dalam hidup ini tidak semua hal yang kita inginkan bisa kita raih, karena ada hal lain yang harus kita jaga, dan Anggi tau yang dia jaga sesungguhnya adalah retak yang lebih parah yang pasti dia alami jika terus bertahan bersama Ken. Dia membuka kaca jendela, membuang tisu kejalan seperti halnya dia membuang Ken sebagai masa lalu yang dia putuskan untuk dia tinggalkan dibelakang, karena jalan panjang yang akan dia lalui mungkin akan menghapus semua jejak Ken dan masa lalunya, tapi lukanya akan sembuh dan kering jika waktunya tiba.