Kehilangan yang paling besar telah aku rasakan, kehilangan orang yang kita sayangi, kehilangan satu pintu yang akan mengantarkan kita ke syurga sudah menimpa kami, dan baru saat ini aku akui bahwa itu benar-benar terjadi. Karena serasa papaku masih ada dirumahku, istirahat dikamarnya sambil berzikir dan aku memaklumkan dalam hati untuk tidak mengganggu beliau. Ternyata papaku benar, Allah selalu menakar dengan tepat kebahagiaan maupun kesedihan yang dia berikan kepada hambaNya, tidak pernah lebih ataupun berkurang.
Kehadiran kita di dunia memang hanya untuk saling di titipkan, anak-anak dititipkan pada orang tuanya, untuk pada akhirnya kitapun dititipkan Allah untuk menjaga dan merawat orang tua. Tidak ada yang benar-benar saling memiliki, karena kehidupan mengajarkan dengan keras bahwa kita tidak diizinkan untuk memiliki apapun di dunia ini. Semuanya hanya titipan bahkan nyawa kita sewaktu-waktu diambil oleh sang pemilik.
Kita hanya diizinkan menjaga dan merawat sebaik mungkin segala hal yang dititipkan, sebagai manifestasi rasa syukur dan terima kasih kepada sang pemberi. Kita boleh saja mengikatkan hati pada siapapun dan apapun tapi itu hanya bermakna bahwa kita siap untuk terluka dan kecewa. Karena pengikatan hati pada yang fana akan berujung pada kehilangan.
Pelajarannya adalah apa arti memiliki jika diri kita sendiri tidak kita miliki? Bahkan nafas yang keluar masukpun tidak bisa kita pertahankan walau hanya sedetik? Apa pula arti kehilangan jika kita menemukan banyak hal, dan kehilangan banyak saat menemukan? Aihh…..
Hidup memang menjadi tidak mudah tatkala kita harus memilih untuk memiliki secara sederhana, karena syahwat seringkali menuntun kita untuk memiliki segalanya, bahkan jika mungkin dunia akan kita dekap sekuatnya. Memiliki semua barang yang kita inginkan, bahkan seringkali saking banyaknya kita lupa kalau kita punya barang tersebut. Sudah punya banyak, masih juga iri dengan apa yang dimiliki oleh orang lain, menumpuk semua hal jika mungkin dan jadi sulit berbagi karena takut kekurangan. Hidup menjadi sulit tatkala kita tidak lagi merasa di titipi tapi telah memiliki sepenuhnya, hal itu seperti menyodorkan leher kita di bawa GUILLOTINE perampas nyawa. Karena luka yang kita toreh sendiri, diakibatkan besarnya rasa memiliki. Jika memiliki sama artinya dengan bersedia terluka dan kecewa, maka akan saya maklumkan dalam hati untuk tidak terlalu mencintai semua hal yang nanti saya tinggalkan atau akan meninggalkan saya, meyakinkan hati saya bahwa setiap perjumpaan akan di akhiri dengan kepergian ….. setiap mendapatkan akan berujung pada kehilangan. Mungkin bukan pelajaran yang mudah untuk bisa di praktekkan, tapi harus diakui bahwa hal itu perlu latihan, latihan menyiapkan hati untuk selalu dikosongkan manakala terisi, untuk selalu dibebaskan manakala mulai terbelenggu. Sekali lagi bukan salah orang lain jika kita terluka dan kecewa tapi karena kita membiarkan diri kita terikat dan terisi oleh sesuatu yang mestinya tidak boleh. Nah dari pada kita terikat dengan makhluk, terikat dengan ciptaan kenapa kita tidak mengikat hati dengan sang penciptanya? Mengisi hati kita penuh-penuh dengan rasa cinta kepada sang Pemilik saja, yang sudah pasti-pasti tidak akan meninggalkan kita barang sekejap matapun? yang selalu mengawasi kita dengan cermat siang dan malam? Yang memberi semua kenikmatan tanpa pamrih? Yang menyongsong kita dengan berlari saat kita berjalan kearahNya? Tidak mencibir ketika akhirnya kita mengaku salah karena sering abai meninggalkannya? Tidak menertawakan ketika kita jatuh dan terpuruk? Tidak memandang sebelah mata ketika kita datang dengan segenap kehina dinaan? Bahkan selalu berdiri di dekat kita disaat kita lapang maupun sempit?
Betapa mudahnya kita bisa jatuh cinta kepada Allah, karena kenikmatan yang dia kucurkan tanpa henti, bukankah kita juga mudah jatuh hati pada orang baik? Kita mudah jatuh cinta pada seseorang yang pengasih? Adakah yang lebih dermawan dari Dia yang telah menghadiahkan kehidupan dengan sejuta kenikmatannya? Adakah seseorang yang lebih setia menunggui kita melampaui kesetianNya? Maka jatuh cintalah padaNya, yang meskipun kita belom melihat wajahNya, tapi kita merasakan keberadaanNya, kita tidak mendengar suaranya tapi kita bisa membaca pesan-pesanNya. Kita tidak merasakan usapanNya tapi kita merasakan ketenangan hanya dengan menyebut namaNya, kita tidak merasa dekapan hangatNya, tapi kita nyaman berkeluh kesah padaNya. Kita tidak merasakan belaianNya, tapi kita nikmat mencumbuiNya dalam khusyu sholat kita. Karena hanya memilikiNya kita tak akan kehilangan selama-lamanya.
Segitu deh, karena akhirnya apapun yang aku tulis tentang kepemilikan pada ciptaan semua bakal berakhir dengan kehilangan🤔🤔🤔