Jika Dia Akhirnya Pergi

image 2

Matahari bersinar cerah, cicit burung ramai sahut menyahut seperti mulut perempuan yang berbicara tanpa henti. Aku bangun agak siang saat matahari mulai memancarkan panasnya dan terang menembus vitras jendela kamarku. Aku masih menikmati hangatnya selimut, dengan mata setengah terbuka aku menengok jam dinding pukul 07.30. Mataku masih saja lengket rasanya, semalam dari bandara aku dan anak-anak ngobrol hingga dini hari, aku tidak tidur lagi karena kalau tidur hampir pasti aku tidak akan bisa sholat tarwih. Mataku hanya sempat terpejam 1 jam setengah karena harus bangun lagi untuk sahur, mungkin itu yang membuatku ngantuk hingga meskipun aku sudah tidur 2 jam aku masih saja mengantuk dan tidak berhenti menguap. Mandi dan berkemas untuk kekantor segera kulakukan karena hari ini hari terakhir ngantor dan dilanjutkan dengan buka puasa bersama teman- teman kantor.
Baru saja aku masuk ruangan ketika staf melapor ada seseorang yang ingin bertemu denganku. Aku mengangguk dan minta staf agar mempersilahkan tamu itu masuk. Aihhh siapa yang sangka bahwa tamu yang berdiri didepanku saat ini adalah temanku yang sekian lama tidak bertemu, bukan hanya berbilang tahun tapi berpuluh tahun, coba saja, kami terakhir bertemu saat pengumuman kelulusan sekolah dasar. Kabar terakhir yang aku terima ketika aku sudah SMA, si Nur dinikahkan oleh orang tuanya. Meskipun dalam hati aku merasa sayang mengingat Nur salah satu siswa terpandai di kelas. Namun tentunya Jodoh bukanlah termasuk dalam wilayah kekuasaan manusia , meskipun manusia merasa ada ruang dimana dia boleh memilih dengan siapa dia harus menikah. Bukankah jodoh, rezeki dan maut adalah Taqdir yang sudah tertulis di Lauhul Mafudz jauh sebelum anak adam lahir ke dunia?
Tidak banyak yang berubah dari sosok Nur yang ku kenal tiga puluh sekian tahun lalu, wajahnya yang manis dengan hidung bangir, bibir tipis yang sering ditekuk kalau tengah berpikir keras, yang agak berubah tentu saja postur tubuhnya, dengan usia kami saat ini, postur Nur tergolong kurus, satu lagi yang berubah sorot mata nur tidak berbinar seperti dulu, aku melihat sorot itu agak sedikit galak dan lebih tajam dari yang dia miliki sebelumnya. Kami berdiri lama saling tatap, aku tahu bahwa diapun tengah meneliti aku. Jika aku mampu menilainya hanya beberapa detik saat sosoknya muncul di ambang pintu maka dia butuh lebih lama, aku tau itu sebab ketika aku mendekat kearahnya , menjabat tangan dan memeluknya dia memegang pundakku dan menjauhkan badannya dariku sembari melihatku tajam ” Kau nampak lebih matang meskipun begitu penampilanmu sama sekali tidak menampakkan Usia kita yang sesungguhnya, nanti aku minta resep awet muda padamu,” katanya, aku meleletkan lidah dan tertawa ngakak mendengar komentarnya, dia menarik tubuhku, sekali lagi,  kami berpelukan.
“awet tuanya maksudmukah? Kita hanya selisih setahun kan? Tapi aku yakin ubanku pasti lebih banyak darimu ” kataku masih ngakak…. Nur ikut tertawa sambil berkata ” Sure, tampilanmu hari ini membuatku merasa tuaaaa sekali”
” Preeeetttt…..” kataku membalas kata-katanya. ” Btw apa yang membuatmu berkenan keluar dari castilmu dan mengunjungiku hari ini?, kenapa tidak ngasih info? Minimal inboks bahwa kau mau berkunjung ke kantorku, dan aku akan menyambutmu dengan karpet merah” ” preeettt” giliran dia yang menertawakan jawabanku.
“Aku datang khusus nih, pengen curhat-curhat denganmu, kali aja kau bisa memberi solusi untuk masalah yang aku hadapi” katanya berubah serius, aku tersenyum mendengarnya ” kenapa ke saya? Kau yakin aku bisa memberimu solusi? Apa yang membuat kau yakin bahwa aku mampu membantumu?” Kataku juga serius mengimbangi sikapnya.
“Aku selalu mengikuti tulisanmu di Medsos, dan entah kenapa aku merasa bahwa aku bisa mempercayaimu untuk membantuku mencari jalan keluar”,  lagi-lagi Aku tertawa mendengar alasannya “Apa yang membuatmu yakin bahwa tulisan-tulisanku kemudian bisa menggaransi, aku juga mampu memberi solusi untuk masalahmu?”
Dia mengatur letak duduknya dan menatapku lurus ” Intuisi yang mendorongku untuk mendatangimu, dan intuisiku pula yang mengatakan bahwa apa yang kau tulis di wallmu bukan hanya sekedar pepesan kosong tanpa makna, sekedar tulisan iseng seperti status-status orang lain” katanya serius.
“kalau aku bilang sih bahwa yang kutulis itu sekedar muntahan-muntahan kering dari perasaan mual dan mabuk dunia” kataku sambil ketawa tergelak.
” Justeru itu yang membuatku mantap untuk ketemu kamu!” Katanya ngotot.
Aku menyilahkan Nur mencicipi kue kering dan teh yang disediakan staf, dia duduk menyilangkan kaki
“Sovi, kau tau aku menikah di usia yang masih teramat muda, ketika remaja sebaya kita, tengah asyik menikmati usia remaja di bangku SMA. Aku dinikahkan oleh ayahku yang hanya memiliki aku sebagai anak tunggal, jika itu terjadi pada saat sekarang,  mungkin aku akan berontak, lari dari rumah atau bahkan jika ada sedikit saja keberanian aku akan bunuh diri.
Tapi kondisi zaman kita saat itu tidak memungkinkan aku melakukan semua hal konyol itu,  karena kita sudah dididik sejak pertama kali melek bahwa kepatuhan pada orang tua adalah hal yang tidak bisa ditawar, saya juga berkeyakinan jika hal yang sama terjadi pada dirimu haqul yakin kaupun akan memilih menurut seperti saya?” Katanya membuka pembicaraan,  dan dalam hati aku mengiyakan keyakinannya. “Suamiku juga bukan orang lain, masih famili jauh dengan aku, dan seperti halnya aku,  dia juga tidak bisa menolak perjodohan yang sudah di atur sedemikian rupa oleh kedua orang tua kami”. Katanya menyambung kisahnya
” Jadilah kami kemudian suami isteri dengan segala macam ketidak siapan mental. Dia yang saat itu kuliah semester 5 di Perguruan tinggi dan aku yang terpaksa harus dropout kelas 2 SMA belajar untuk mengemudikan bahtera rumah tangga dengan terseok-seok. Banyak hal yang membuat aku bersyukur mendapatkan dia sebagai suamiku, karena kepatuhannya kepada orang tuannya. Meskipun menyadari bahwa diantara kami belum ada cinta, tapi dia memperlakukan aku dengan sangat baik, mendahulukan semua keperluanku dari pada keperluannya. Adakah hal teridah bagi seorang perempuan jika merasa menjadi orang yang paling dicintai?” Tanya Nur menatapku dengan ekspresi yang tidak bisa ku terjemahkan, ” Aku bisa merasakannya dengan baik, itu perasaan paling luar biasa yang menurutku tidak semua perempuan bisa merasakan dalam hidupnya” kataku bersimpati. Dia mengangguk dan kembali menarik nafas panjang. Seolah melepaskan semua beban berat yang di panggulnya, sejujurnya aku penasaran apa sesungguhnya yang dia alami, andai dia sudah menemukan orang yang mencintai dia dengan sepenuh hati maka masalah apalagi yang membebani hatinya hingga harus menemuiku mencari solusi? ” perasaan menjadi perempuan paling beruntung itu kurasakan sekian lama dalam pernikahanku, sampai aku memiliki 2 orang buah hati, kami mengasuh anak-anak bersama, bertekat memberikan mereka kenangan masa kecil yang tidak akan pernah mereka lupa sepanjang hidupnya” Mengatakan itu mata Nur menerawang jauh menembus dinding kantorku, ” sampai ahirnya di tahun ke 15 rumah tangga kami, segalanya berubah tanpa kutahu apa sebabnya”. Katanya dengan suara yang nyaris tak terdengar.
” Sovi, mengurus dua anak lelaki yang lahir tidak lama setelah kami menikah, memang hampir menyita semua waktuku, tapi aku menikmati tugasku yang baru sepenuh hati, sementara aku mengurus rumah, merawat anak-anak, suamiku melanjutkan kuliahnya sambil bekerja serabutan untuk memenuhi kebutuhan keluarga kecil kami, dia memang pekerja yang gigih, kadang aku kasian jika melihatnya pulang bekerja masih harus melahap semua text book tapi dia menenangkan aku, bahwa itu semua sudah menjadi tanggung jawabnya, yang penting baginya, aku sehat dan bisa merawat anak-anak dengan baik.” Katanya berhenti sejenak dan memperbaiki letak gagang kaca matanya, aku menunggu apa yang ingin dia ucapkan, ” Aku tau bahwa kegigihannya akan menjadikan dia seorang yang berhasil dan begitulah nasib kami perlahan mulai membaik, hingga uang, bukan lagi jadi masalah bagi keluargaku, aku boleh membeli apa saja yang aku inginkan, tapi aku sadar aku tidak boleh berlebihan, aku tau bagaimana suamiku bekerja susah payah tak kenal waktu untuk bekerja, aku hanya mengambil apa yang aku dan anak-anak butuhkan. Tapi kemudian aku merasa bahwa ada yang berubah pada suamiku. Dia masih tetap perhatian pada anak-anak. Tapi aku tau ada sesuatu diantara kami yang tidak lagi seperti semula.

Tiba-tiba aku merasa dia mulai membangun tembok diantara kami, dan ini sungguh membuatku sedih. Tak sengaja aku mendengar dia membalas telpon dengan begitu hangat, kehangatan yang semestinya juga kudapatkan darinya sebagai suami, atau bahkan tanpa sengaja aku melihatnya tertawa sendiri saat membaca pesan diponselnya, sungguh tak ada sedikitpun keinginanku untuk mencampuri urusan pekerjaan suamiku, hingga menyentuh ponselnyapun aku jaga karena aku sangat menghormati dia.
Namun rupanya, Allah ingin menunjukkan kepadaku siapa kini sosok suamiku, seperti doa-doa yang aku panjatkan siang malam dalam kegelisahaan melihat perubahan sikapnya. Ternyata suamiku memang berubah, hatinya tidak lagi sepenuhnya untukku, ada begitu banyak perempuan yang tersimpan di nomer kontaknya, bahkan aku tak sanggup membaca semua pesan WA nya yang nyaris semuanya penuh dengan kata -kata rayuan, Sovi…..” suara Nur bergetar karena matanya mengembun, dia berusaha mengedip-ngedipkan matanya agar air matanya tak luruh, aku menatapnya lurus-lurus berharap itu dapat mengalihkan kedukaan yang tiba-tiba menyergapnya, matanya lagi – lagi berkedip cepat, Aku bergeser kedekatnya, meraih tangannya dan menepuk perlahan.

Nur menarik nafas panjang, meraih tisu dan menyusut air matanya ” sovi, kau tahu intuisi isteri bukan?” Aku mengangguk mengiayakan. “Itulah yang aku rasakan, hampir pasti aku merasakan bahwa suamiku selingkuh dibelakangku, aku sedih sekali karena akhirnya apa yang aku takutkan terjadi, saat kami dalam kesulitan kami berhasil lolos dalam ujian, tapi tatkala kesenangan itu akhirnya di berikan Allah, suamiku tergelicir” katanya mengisak dan aku kembali menyodorkan kotak tisu kehadapannya ” Apa kau sudah membicarakan hal itu padanya?” Nur mengangguk lemah ” Aku sudah memperingatkannya berulang-ulang, tapi keliatan sulit karena selalu saja dia mengelak, bukan dia tidak menyadari bahwa ada hal yang berubah diantara kami tapi tampaknya dia tidak berusaha untuk memperjuangkan utuhnya keluargaku, dia beranggapan bahwa dia telah memenuhi semua tanggung jawabnya, kebutuhan anak-anak maupun kebutuhan aku, tapi dia lupa bahwa kami tidak sekedar butuh finansial, jika boleh memilih aku akan lebih memilih seperti dulu, kesulitan keuangan tapi kami dekat, saling menguatkan, saling menyabarkan dan saling mengingatkan untuk beribadah.

Itulah Sovi, kenapa kemudian aku merasa harus bertemu denganmu” katanya dengan tatapan yang menurutku penuh harapan. Aihhhh…. sungguh dihadapkan dengan hal seperti ini membuatku berpikir keras, karena ketika aku salah menganalisis masalah yang dia ceritakan, maka itu akan sangat fatal, keutuhan keluarga ini akan menjadi taruhannya. ” Bagaimana sovi? Apa menurutmu yang harus aku lakukan?” Tanyanya, aku beranjak berdiri dan berjalan menuju kulkas, menuangkan air dan meneguk air didalamnya hingga tandas ” beri aku sedikit kesempatan” kataku duduk kembali, lama aku terdiam sambil menatap perempuan separuh baya didepanku, aku seperti melihat diriku pada sosok Nur, sahabat SD ku yang briliant, duduk menyilangkan kaki dihadapanku menunggu dengan sikap yang tidak setenang seperti apa yang ingin dia perlihatkan padaku, aku menarik nafas panjang, ingin benar aku membantu sahabatku ini, meraih kembali kebahagiannya, tapi masalahnya ini bukan hanya soal hati Nur sendirian tapi juga hati lain yang sama sekali tidak bisa aku ukur. Hati suaminya, yang jika mendengar kisah Nur telah berpaling ke orang lain,

” Nur….!!” Kataku memanggil namanya sekaligus memutus sikapnya yang memandangku tapi sebenarnya tidak, karena pandangan itu kosong dan jauh seolah-olah dia ingin menembus tembok ruang kerjaku. ” Aku mau bilang padamu, adakalanya Allah mengguyur hati kita dengan darah dan air mata agar hati kita yang kerontang kembali subur, Allah menguji perasaan kita, menguji kekuatan cinta kita, dengan 1001 cara, kewajiban kita untuk berusaha bertahan dan mempertahankan apa yang sudah DIA berikan sampai titik darah terakhir, menurutku Allah akan senang memilih memberikan hati seorang lelaki kepada perempuan yang meminta sambil merengek padaNya ketimbang memberikan hati lelaki itu kepada perempuan yang menggunakan kecantikkan dan rayuannya, mungkin dia akan terpedaya sesaat, karena Allah sedang membelajarkan dia untuk menghargai tingginya nilaimu, dibanding dengan perempuan-perempuan yang merayunya, berdoalah terus selebihnya biar Allah yang menyelesaikan bagianNya.”

image 1

Aku berhenti sejenak, membiarkan Nur menyerap semua yang sudah aku ucapkan baik-baik, aku bisa melihat perubahan wajahnya dan sungguh berharap bahwa apa yang aku ucapkan tadi mampu dia terima dengan baik, ” sekali lagi harus kita pahami, Jika Laki-laki itu memang ditaqdirkan untukmu maka tidak ada satu tanganpun yang sanggup untuk merenggutnya darimu, tidak satu tanganpun, sekuat apapun mereka berupaya, sebaliknya, jika dia memang ditakdirkan sebagai milikmu dalam sepenggal jalan maka kau juga tak akan bisa mempertahankannya, sekuat apapun upayamu, biarkan dia memilih pergi untuk mengejar fatamorgana dan melupakan syurga yang kau tawarkan. Tetaplah kuat karena Tuhan akan menumbuhkan hal baik dari hati yang pemaaf. Karenanya DIA basahi hatimu banyak-banyaknya agar cinta kasih tersemai baik. Hanya hati yang pengasih mampu menerima dan memahami cintaNya tanpa protes…” Aku menyelesaikan kalimatku dan sungguh-sungguh berharap kiranya Nur menerima ini sebagai sebuah solusi, mengembalikan semua persoalan kepada Tuhan adalah solusi terbaik untuk semua masalah. Tangan siapa yang mampu menyingkirkan masalah dengan sempurna kalau bukan tanganNya?Aku meraih tangan Nur yang tergolek lemah dipangkuannya.

” Nur mungkin kau akan merasa amat menderita, amat terpukul mengahadapi kenyataan ketika dia meninggalkanmu dan memilih perempuan lain, itu hal amat manusiawi, tentu saja kau boleh menangis karena kehilangan itu, karena sekian tahun bersama bukanlah waktu yang singkat untuk sebuah kebersamaan, setidaknya Allah telah memilihkan pria yang baik untukmu selama sekian tahun, kau memiliki kenangan indah saat bersamanya, biarlah semua hal baik dan indah itu yang kau simpan rapat-rapat dalam kenanganmu dan jangan biarkan hal buruk yang terjadi dibelakangmu merusak semua kebaikan yang telah dia persembahkan, bersangka baiklah kepada Allah karena tidak ada maksud lain dari ujian yang dia berikan selain untuk membuat kita menjadi manusia yang lebih berkualitas. Atau dengan kata lain kau termasuk orang yang paling bahagia di 15 tahun pernikahanmu dibanding perempuan-perempuan diluar sana yang tidak pernah bahagia sesaatpun dalam pernikahan mereka. Tidak mudah memahami dan menangkap maksud Allah saat kita diuji, hati kita pasti akan memprotes habis-habisan tapi begitulah hidup bergulir sesuai keinginanNya. Satu-satunya hal yang Allah maksudkan dengan semua kepedihan dan kesakitan yang kita rasakan adalah agar kita menyadari bahwa tak ada sesuatupun yang terjadi dimuka bumi ini tanpa Kuasa dan iradahNya. Bahwa sebagai Makhluk ciptaanNya yang paling mulia kita wajib untuk menerima ketetapanNya dengan lapang dada, kita sudah diberi kebahagiaan maka itu hanya bermakna bahwa kita juga harus lapang menerima kepedihan bukankah hidup ini berisi segala hal yang berpasangan?” Kataku berusaha untuk membuat suasana lebih baik, bukan hanya buat Nur tapi juga buat diriku sendiri. Karena akupun menyadari jika Allah menginginkan kebaikan untuk kita maka dia akan mengirimkan seseorang yang bermasalah untuk kita bantu, jika Allah menginginkan kita jadi pengasih, maka DIA akan mengirimkan seseorang yang butuh kasih sayang, begitulah Allah mempertemukan kita dengan orang-orang dimana kita akan saling menorehkan taqdir. Sesaat atau lama pertemuan itu sejatinya akan selalu bermamfaat buat kita. Jadi jangan remehkan siapapun yang kau temui.

Aku menyodorkan gelas berisi air putih yang baru kutuang ketangan Nur, dia menerimanya dan meneguk isinya hingga tandas persis seperti yang aku lakukan sebelumnya. Dia meletakkan gelasnya dimeja tanpa berkata apa-apa. ” Nur, aku tidak memiliki alternatif solusi yang aku anggap baik untuk masalahmu selain apa yang baru saja aku sampaikan, mungkin kau berpikir bahwa aku tidak peka dengan kepedihan dan kesakitan yang kau rasakan, tapi sungguh menurutku tidak ada tempat meminta yang lebih baik, mengemis yang lebih terhormat tanpa kita harus kehilangan kehormatan selain mengemis dan meminta kepada Allah, karena DIA pemilik segalanya, maha membolak-balik hati, termasuk pemilik hati suamimu.” Nur terlihat menurunkan kakinya yang semula dia silangkan, mengatur duduknya hingga tepat berhadapan denganku ” Sovi…. sudah aku duga, bahwa aku akan menemukan solusi dari masalahku ini padamu. Apa yang kau sampaikan sesungguhnya sudah juga aku ketahui, tapi mungkin aku memang harus mendengar dari orang lain untuk menguatkan aku. Aku tahu bahwa aku mustahil bisa memenangkan hati suamiku jika aku terus saja meratapi kepergiannya dan menganggap bahwa Tuhan tidak berlaku adil padaku, aku benci kepada diriku karena tidak bisa bersikap seperti perempuan-perempuan yang menarik hati suamiku dengan kecantikkan dan kemolekannya, aku menyesali diriku karena membiarkan waktuku habis untuk mengurus rumah dan anak-anak. Padahal sesungguhnya disanalah kekuatanku. Mungkin aku kehilangan seseorang yang sudah tidak mencintai aku, tapi aku memiliki begitu banyak cinta dari kedua anakku. Aku rugi karena kehilangan cinta suamiku tapi dia kehilangan perempuan yang mencintainya sepenuh hati dan jiwa…..” suara Nur hilang dan tangisnya meledak…. kedua tangannya menutup mukanya yang tertunduk. Tangisannya membuatku kelu, tapi aku membiarkan dia menangis, mungkin itu membuatnya lebih baik. Mengeluarkan semua hal yang memenuhi dadanya, yang selama ini dibiarkannya membuatnya sesak. Aku kembali menuangkan air di botol dan memenuhi gelas bekas minum Nur. Tapi tidak kuberikan padanya, kuletakkan begitu saja diatas meja dihadapannya. Aku menyaksikan tangisnya yang membuat pundaknya berguncang keras. Ya Allah betapa luar biasanya Engkau jika ingin memberi pelajaran bagi hambamu. Rasanya semuanya dikuras keluar, energy, semangat sampai air mata.

silhuet 4

Betapa ruginya jika yang diuji kemudian tidak menemukan point penting dari ujian tersebut, sikap tawakal dan sabar untuk menjalani semuanya dan keikhlasan untuk menerima ketetapan akhir dari semua persoalan yang dihadapi. Aku terpekur dikursiku, berapa banyak kita yang justeru makin jauh dari Allah ketika diuji? Berapa banyak kita yang tidak menjadi baik karena salah memahami maksud Allah dalam berbagai cobaannya? dan melarikan semua persoalan pada hal-hal yang malah membuat persoalan baru dan semakin rumit? bahkan tidak jarang bersikap konyol karena justeru memilih solusi yang membuat iman kita cedera karena syikrik, mempercayai hal-hal mistis yang kita percaya mampu mengembalikan apa yang nyaris hilang dari kita? Subhanallah…….
Nur mengangkat mukanya, air mata membuat wajahnya yang putih menjadi merah, tapi sedikitpun tidak mengurangi kecantikkan yang dia miliki, dalam hati aku heran bagaimana mungkin suaminya mampu berpaling dari perempuan yang memiliki hati dan wajah yang demikian cantik? Tuhan memang hanya akan mengumpulkan seseorang dengan orang yang “sekufu” yang baik dengan baik, yang setengah baik dengan yang setengah baik demikian seterusnya. Kalau jodoh mereka memang hanya sepenggal jalan maka mungkinkah suami Nur dianggap tidak lagi sekufu dengan Nur sehingga mereka harus di pisahkan? Waullahu alam bi sawab.

Biarlah itu menjadi wewenang Allah. Tapi satu hal yang aku pahami kini, bahwa Nur telah melewati ujiannya dengan baik. Kesabaran dan penerimaannya semoga menjadikan dia wanita utama. Nur mengambil tisu melap wajahnya, kemudian minum air putih yang aku tuang. ” Sovi … aku pikir apa yang aku dengar darimu hari ini sudah cukup membuatku tiba pada keputusan yang harus aku ambil” katanya pelan, aku diam menyimak apa yang ingin dia ucapkan” Aku memang gak mungkin terus larut dalam masalah ini dan mengabaikan anak-anak serta kelangsungan hidup kami, aku sudah berusaha maksimal untuk mempertahankan keutuhan keluargaku, benarlah apa yang kau katakan, jika semua usaha sudah kita lakukan sebagai ikhtiar maka biarlah Allah yang memutuskan apa yang terbaik bagi kami, tidak mudah bagiku untuk menerima, namun lebih sulit lagi jika aku harus menjelaskan semuanya ke anak-anak.” Katanya kembali menyusut air matanya. Mengisak sebentar dan kemudian kudengar ia melafazkan istigfar, “Aku sudah tidak melihat ruang untuk islah, nampaknya hatinya sudah benar-benar tertutup untuk mendiskusikan seperti apa perasaanku dan anak-anak, biarlah aku menunggu hingga Allah memberikan keputusan yang seadil-adilnya dalam perkara ini” Aku berusaha tersenyum, berharap senyumku mampu mencairkan atmosfir kesedihan yang melingkupi kami sejak tadi .

” Nur, aku menghargai usaha kerasmu, serahkan semuanya kepada Allah agar kemudian hal ini menjadi ringan buatmu, anak-anak membutuhkan dirimu, mereka butuh seseorang yang bisa mendampingi hidup mereka, saat mereka butuh teman curhat, dan peran itu tidak bisa digantikan oleh siapapun hatta itu sahabat mereka sekalipun, ibu adalah penyimpan rahasia terbaik bagi anak, tempatnya pertama kali pulang ketika semua orang berpaling, aku tau bahwa kau sudah melakukan hal terbaik untuk mereka selama ini, jadi jangan kau rusakkan apa yang sudah kau bangun dengan susah payah, kelak mereka akan bangga padamu karena memiliki ibu luar biasa seperti dirimu”. Kataku.

Nur tersenyum, dan jika ingin jujur maka aku mau mengatakan bahwa senyum Nur kali ini adalah senyum optimis, senyum yang amat sangat tulus dari hatinya dan aku amat senang karenanya “Sovi, semestinya aku tidak menunda untuk menemui sejak ingatanku tentangmu hadir, aku sudah menyia-nyiakan banyak waktu untuk memikirkan masalahku sendirian. Dan aku sadar anak-anak terabaikan karenanya” katanya berdiri dan memeluk kuat, aku balas memeluknya, ” Kau benar, jika memang akhirnya aku harus kehilangan dia, dunia belum kiamat untukku, karena aku dan anak-anakku akan terus hidup untuk melanjukan apa yang sudah kami mulai, mewujudkan mimpi kami, sebelum direnggut seluruhnya oleh nasib buruk yang nyaris aku biarkan menjamah hidup kami”.

” Aku senang mendengarnya Nur, apa yang aku sampaikan sesungguhnya sudah ada dalam hati dan pikiranmu, aku hanya melisankan agar akhirnya kau yakin bahwa kadangkala Tuhan meminjam orang lain untuk menunjukan kepada kita apa yang tergambar samar dialam bawah sadar kita, mengangkatnya ke permukaan hingga kita mampu melihat jejak pekerjaan Tuhan dalam hidup kita”.

Dia tersenyum, ” Aku lebih tua setahun darimu, meskipun kita sekelas dulu, itu karena kau cepat sekolah dan kepandaianmu selalu menjadi ancaman bagiku” katanya tersenyum lebar ” Justeru aku selalu merasa tidak mampu melampaui dirimu, bagiku kau anak ajaib yg briliant dan aku meyerah jika diminta merebut gelar juara itu darimu” kataku sambil tertawa…

” Sekarang terbukti, bahwa yang kau anggap Briliant itu ternyata kau kalahkan dengan telak dan hari ini aku mengaku kalah padamu ” kami sama-sama terbahak. Pengertian itu akhirnya melegakannya, dan aku berucap syukur dalam hati karena meskipun apa yg aku sampaikan menurutku bukanlah sebuah solusi yang akan menyatukan mereka tapi aku telah mendudukkan Nur pada posisi paling benar, karena apapun ujung dari masalah mereka nanti, dia akan tetap berdiri kokoh mungkin juga sambil tersenyum melepas kepergian suaminya. Karena Dialah pemenang yang sesungguhnya dari perkara ini.

Eastparc Jogyakarta, 2 July 2017
Aku dedikasikan untukmu yang sudah memenuhi hati dengan kisah tak berujung, dimana koma ataupun titik menjadi sesuatu yang absurd, karena kita lebih suka berpura-pura lupa dan kembali terjebak dalam pusaran ketergantungan yang anehđŸ˜‰đŸ˜‰

3 Replies to “Jika Dia Akhirnya Pergi”

  1. hiiii kak Annasovi,
    salam kenal saya hany, tulisan kakak bagus2 đŸ™‚
    kebetulan saya sdg melakukan penelitian (Skripsi) mengenai menulis . jika berkenan boleh minta email nya kak? untuk partisipasi pengisian kuisioner.
    terima kasih

    Suka

Tinggalkan komentar