Selamat jalan Matahariku

Gerimis  tidak bisa menahan laju kendaraan kami menuju pemakaman,  pagi baru saja beranjak dengan sinar mataharinya yang pongah tatkala barisan awan akhirnya menutup sinarnya dan akhirnya luruh kebumi. Sepi saat kendaraan  kami memasuki areal pemakaman, masyarakat sekitar juga seolah enggan beranjak dari peraduan atau depan TV. Suasana seperti ini membuat tubuh malas bergerak. Dengan beriringan kami kakak beradik, ipar dan semua ponakan melangkah menyusuri jalan memasuki areal pemakaman, mamaku yang hari ini juga ikut terpaksa harus ditandu di atas kursi kayu karena jarak ke makam papa lumayan jauh dan harus melewati sekian banyak makam yang tidak tertata rapi. “Assalamu alaikum ya ahlil kubur?” Serentak seperti dikomando semua cucu papa memberi salam seperti yang biasa mereka dengar jika kami dan papa mengajak mereka ziarah ke makam. Nyaris tak terdengar suara setelahnya, sampai terdengar suara beberapa ponakan yg baru belajar membaca, menyebutkan nama-nama makam yang mereka lalui  lengkap dengan tanggal, bulan dan tahun kematiannya. ” Bunda nanti pua juga namanya ditulis begini?” Terdengar suara anak adikku, bundanya mengangguk mengiyakan ” kita semua ditulis begini?” Terdengar suaranya masih penasaran sekali lagi bundanya mengangguk.

Aku menekuri makam yang tanahnya masih basah, bunga-bunga yang ditabur diatasnya sebagian masih nampak segar, kain putih yang melilit di payung nampak bersih.. aih… seolah tak percaya kalau jasad papa telah seminggu di dalam sana, masih kurasakan lembutnya tapak kaki papa yang sering kuusap, berwarna merah muda layaknya kaki bayi karena bertahun-tahun tidak lagi dipake berjalan, wajahnya yang tirus karena nyaris seminggu menolak makan hingga harus dibantu cairan infus.. belakangan kondisi papa memang memburuk namun itu tidak membuat dirinya lupa ibadah, bahkan intensitas ibadahnya meningkat lebih dari biasanya… karena bahkan dalam diamnya zikir dan sholatnya tak pernah berhenti. Subhanallah. Papaku memang tidak lagi sesemangat dan segarang dulu saat berorasi di mimbar seperti ketika beliau masih aktif sebagai sekretaris wilayah Muhammadyah, tidak lagi berapi-api ketika berdiskusi dengan mahasiswa yang naik turun rumah kami mencari pencerahan dan kawan debat karena baru selesai mengikuti training HMI atau PII,  karena hampir setahun beliau menolak untuk diundang ceramah, disebabkan kondisi kesehatannya, namun setiap saat dia tak pernah berhenti berdakwah. Ayat-ayat Al-Quran dan hadist mengalir lancar dari bibirnya satu hal yang kukagumi dari beliau yakni kuatnya hafalan ayat dan  haditsnya, juga menguasai banyak kitab, mahir membaca huruf gundul dan anehnya pandai pula bahasa arab yang dipelajari secara otodidak. Papa bukan jebolan pesantren, tidak pernah belajar agama secara khusus,  sekolahnya juga hanya setara Sekolah lanjutan atas, papa pernah kuliah di salah satu universitas tapi tidak selesai terkendala sibuknya pekerjaan beliau, menjadi kepala bagian ekonomi di setwilda Donggala, menjabat asisten Bupati Donggala,  pernah pula menjabat sekretaris DPRD Donggala dan jabatan sebagai kepala Dinas pertanian kabupaten Donggala, mencegangkan karena kualifikasi pendidikan beliau yang hanya setara SMA. Pengetahuan agama yang beliau peroleh melalui bacaan memang didapatkannya dari literatur koleksinya, karena rajinnya beliau membaca nyaris sejak kecil aku menyaksikan tak ada hari yang terlewat dari beliau yang tidak diisi dengan membaca, hobby ini juga diturunkan kepada kami anak-anaknya meskipun tidak seekstrim beliau. Rasanya dari kami berempat aku yang penggila buku, papa membebaskan kami untuk membaca buku apa saja, mulai dari komik, fiksi, buku ilmiah sampai buku agama karena bagi beliau semua buku pasti memiliki sesuatu yang bisa diambil sebagai bahan belajar. Cara beliau menumbuhkan rasa ingin tahu pada kami dengan menceritakan isi buku tanpa menyelesaikan kisah akhirnya, tentu saja hal itu mengundang rasa ingin tahu yang besar dan menjadi motivasi kami untuk membaca sendiri seperti apa kisah akhirnya. Papa membuat kami merasa bahwa membaca adalah kebutuhan, membaca membuat kita seolah-olah berada di dunia yang lain dengan suasana baru dan lingkungan yang berbeda. Karenanya membaca menjadi candu bagiku. Aku ingat papaku pernah mengoleh-olehi kami 1 peti serial Kho Ping Hoo, ketika aku baru kelas 6 SD dan kakak laki-laki yang paling tua kelas 2 SMP,  aku, kakak dan papa berlumba menyelesaikan membaca dan lucunya lagi karena serial itu asyik kalau di baca runtut tapi karena saling menunggu akhirnya kami selalu mengambil apa yang belum di baca oleh yang lain dan menceritakan kembali kisah akhirnya hingga aku teriak-teriak kesal karena kakakku sudah memberitahu akhir ceritanya sementara aku tengah membaca, aku pun akhirnya membaca kisah akhir serial yang dia baca dan mengisahkan kepadanya apa yang baru dia mulai,  kami suka tertawa kalau ingat itu. Sebegitu berkesannya kisah itu aku baca hingga kelas 3 SMP aku kembali memburu serial itu kesemua penyewaan buku dan mengulang lagi menghatamkan serialnya waktu aku kelas 2 SMA  hehehe… sering dengan sengaja papa mematikan lampu listrik dirumah karena mendapati aku masih membaca hingga larut, aku yang menyangka bahwa ada giliran pemadaman listrik akhirnya menggunakan senter untuk membaca karena ingin menghatamkan buku yang aku baca. 

Papaku juga teman diskusi yang asyik, karena beliau bukan hanya seorang cerdas dan open minded tapi juga seorang yang sportif. Karena beliau akan langsung menyampaikan jika pikiran kita benar dan memuji dengan tulus jika dari diskusi kami beliau menemukan sesuatu yang membuatnya puas karena bisa meletakkan potongan puzzle terakhir yang menurutnya sudah ditunggu lama. Bagi beliau berdiskusi adalah rahmat yang diberikan Allah untuk menambahkan pengetahuan baru, karena dalam pencarian seringkali kita tidak mendapatkan, tapi Allah menjadikan seseorang menemukan kita dan membagi apa yang ingin Allah berikan dengan serta merta. Beliau tidak akan segan memeluk atau menjabat tangan seseorang dan dengan mata berkaca-kaca langsung sujud syukur. Bagi papa berbuat baik dengan berbagi  sama sekali tidak akan mengurangi apa yang kita miliki sebaliknya akan menambah bahkan menjadikannya berlipat ganda. Papa sering mengumpamakan berbuat kebaikan seperti  gema suara di dalam gua… semakin keras suara yang kita keluarkan maka suara yang terpantul menjadi jauh lebih keras dan berlipat ganda… semakin banyak kebaikan yang kita lakukan akan semakin banyak pula kebaikan yang kita terima. Betapa mudahnya bagiku untuk menyerap apa yang beliau sampaikan karena beliau menyampaikan sesuatu menyesuaikan dengan siapa yang menjadi lawan bicaranya. 

Di saat-saat terakhir beliau, kami memang akhirnya jarang berdiskusi, karena belakangan aku  melihat papa lebih menyukai kesendirian. Beliau akan duduk di kursi rodanya dengan mata terpejam tapi aku tahu beliau sama sekali tidak tidur,  karena sesekali lenguh nafasnya diikuti lafaz zikir yang beliau hembuskan melalui bibirnya. Jika sesekali ada yang datang dan menanyakan masalah agama yang dulu membuatnya bersemangat dan berapi-api untuk menjelaskan, diakhir-akhir hidupnya beliau lebih senang mendengarkan, menyimak dengan sangat sabar sambil sesekali tersenyum yang kumaknai beliau setuju dengan apa yang beliau dengarkan, meski tak jarang juga jika ada yang datang dan terlalu banyak bicara oleh beliau langsung diminta  pulang saja 😄😄sejujurnya hal itu membuat kami anak-anaknya  tidak enak hati pada yang bersangkutan, tapi saat kami bertanya apa alasan papa menyuruhnya pulang kata beliau ” biarkan dia merenung dirumahnya”. Ada hal yang sering aku lakukan belakangan, Aku suka duduk disampingnya sambil membaca Quran dengan keras, aku akan mendengar dehemannya jika bacaanku keliru, papa tidak mengoreksi dan mengajarkan   bagaimana bacaan yang benar tapi membiarkan aku mencari kesalahanku sendiri lalu membacanya kembali dengan benar. Itu hal lain yang kuanggap pelajaran baru dari beliau, belakangan memang papaku nyaris tidak pernah menyalahkan siapapun untuk apapun juga yang beliau saksikan dan beliau dengarkan, meskipun jika dilihat secara kasat mata apa yang dilakukan itu keliru. Karena menurut beliau, apapun yang dilakukan oleh orang lain tidak pantas kita nilai salah benarnya karena hal itu tak akan terjadi tanpa izinNya, dan  Allah berkenan  memperlihatkan hal itu kepada kita  sebagai contoh betapa kuasanya Allah dalam membolak balik hati manusia, sebaliknya jika itu terjadi pada kita maka kita harus cermat melihat, teliti memeriksa hati dan meluruskan niat untuk semua yang kita putuskan akan kita lakukan, karena kita akan dimintai pertanggung jawaban untuk semua keputusan yang kita ambil dan semua yang kita lakukan. Pelajaran yang amat sangat berarti yang kuterima dari beliau.

Aku selalu bangga memiliki papa seperti papaku. Aku ingat saat aku masih kuliah dan ikut aktif di sebuah organisasi pemuda. Saat itu zaman orde baru dimana semua ormas di haruskan untuk mengganti AD/ART nya dengan asas pancasila. Pelajar Islam Indonesia yang saat itu merupakan satu-satunya Ormas setelah kakak kandungnya HMI menerima Azas pancasila yang menyebabkan lahirnya HMI MPO tetap berkeras untuk tidak merubah Asaz Islam dengan asaz Pancasila. Sehingga semua kegiatan PII saat itu di bekukan. Kegiatan-kegiatan yang kami lakukan di Masjid setiap saat diburu oleh intel dan puncaknya tahun 1988 beberapa pengurus wilayahnya ditahan karena tuduhan pengrusakkan dan pembakaran. Saat itu aku menjabat ketua Kordinator Wilayah PII Wati sulawesi tengah. Sehabis sholat subuh  berjamaah aku menyampaikan kehawatiranku pada papa. Karena sebagian besar pengurus ditahan dan praktis kegiatan kami tidak bisa berjalan baik, konsentrasiku terpecah bersama kawan-kawan kami mengupayakan mencari penasehat hukum untuk mendampingi teman-teman yang ditahan sementara sekian banyak kader Pelajar Islam Indonesia yang baru saja selesai mengikuti Basic training, mental training dan Advance training yang sangat intens saat itu  sangat butuh bimbingan karena ghirah keislaman mereka tengah mengalami titik puncak akhirnya harus jalan sendiri-sendiri untuk memuaskan hausnya jiwa pencarian jati diri, pencarian hakekat ketuhanan yang mengakibatkan mereka banyak keluar daerah dan mengikuti kajian-kajian yang banyak sekali tumbuh saat itu. Sebagian pergi dengan izin orang tua, sebagian lagi terpaksa kabur karena tidak di beri izin oleh orang tuanya. Bukan satu dua orang yang datang kerumah papa dan mempertanyakan tanggung jawabku selaku korwil saat itu. Tapi papa melepaskan aku menghadapi semuanya dengan baik, aku ingat kata-kata papa kepada mereka yang datang kerumahku ” saya sudah mewakafkan anak saya kepada Allah, untuk melakukan apa yang dia anggap baik” singkat tapi membuat rasa percaya diriku tumbuh. Saya pahami bahwa sikap papa bukan tidak peduli kepadaku, tapi beliau melatih aku untuk berani memutuskan dan berani menanggung konsekwensi dari pilihanku, apalagi aku memegang amanah sebagai ketua kordinator wilayah PII Wati periode itu.

Papaku memang Matahari kami, cahayanya tetap kemilau meski sudah seminggu beliau dimakamkan, karena pelajaran dan ilmu yang beliau tinggalkan tetap menjadi permata yang merekatkan kasih sayang diantara  kami. Beliau tidak meninggalkan harta yang banyak seperti mantan pejabat rekan-rekan beliau, tapi bagi kami harta terbesar yang beliau tinggalkan tidak akan habis bahkan sampai kami terkubur bersama beliau kelak. Ilmu yang beliau wariskan dan bebaskan kami untuk mencarinya lewat bacaan, yang sehari-hari beliau hambur-hamburkan remah-remahnya melalui ceramah, diskusi dan dan dialog yang kami lakukan setiap bertemu dengan beliau, memang belum semua dapat kami pahami dengan baik , kami memang belum menemukan semua kuncinya tapi beliau yakin bahwa pelan tapi pasti Allah akan menghadiakan permata yang pantas bagi siapapun  yang berusaha mengumpulkan remah-remah ilmu itu dengan sungguh-sungguh.

Papa….. kami ikhlas, seperti juga kami ingin engkau ikhlas meninggalkan kami. Semoga Allah swt menempatkanmu di tempat terbaik, menggantikan keluargamu dengan keluarga yang lebih baik dari yang tinggalkan, memberikan pakaian dan rumah yang terbaik dari yang engkau miliki disini dan apapun yang kau tinggalkan buat kami anak-anak, cucu dan semua sahabat kerabatmu menjasdi amal jariah yang akan terus menyinari makammu. Inshaa allah kita dipertemukan di JannahNya. Amin Allahuma amin

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

%d blogger menyukai ini: