SURAT UNTUK SAHABATKU

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Sahabatku sayang ………
Saat aku menulis surat ini untukmu, mungkin air matamu masih mengalir, dadamu masih terasa sesak namun aku yakin, tidak lagi membuatmu merasa histeris dengan seribu pertanyaan yang ingin kau lontarkan, “kenapa harus saya?” yang membuatku gagap untuk menjawab. Aku memang tidak bisa merasakan sedalam apa luka yang kau rasakan, seperih apa torehan yang telah membuatmu kesakitan hingga sedemikian hebat, karena aku memang belum bahkan tidak ingin merasainya dan memohon dengan sepenuh permohonan kiranya aku tidak di uji dengan masalah seperti yang kau alami saat ini. Namun meski aku tidak ingin mengalaminya tapi aku bisa merasakan sakitmu, dari setiap tetes air mata yang mengalir di pipimu yang putih, bahkan dari desah suaramu yang tak jelas saat kau menelan tangismu.
Sahabatku sayang ….
Usia perkawinan kita hanya selisih setahun, dengan bulan dan tanggal yang sama, kita memang tidak pernah merencanakannya tapi sungguh belakangan kita mensyukurinya karena kita bisa memperingatinya bersama, baru beberapa hari yang lalu kita memperingatinya dengan peringatan sederhana lengkap dengan tumpeng hasil buatanmu, siapa sangka justeru di bulan yang sama, hanya beberapa hari setelah peringatan hari perkawinanmu yang ke dua puluh, kau juga merasa di jungkalkan dari singasanamu sebagai isteri, kebahagianmu di rengut paksa hanya dengan satu alasan “ Menghindari fitnah” alasan sepele menurutmu tapi tidak menurut suamimu. Alasan yang di cari-cari menurutmu, tapi begitulah faktanya kata suamimu. Sebagai temanmu aku nyaris tidak pernah melihat kau marah, tapi hari itu, aku melihat kau sebagai sosok yang berbeda, kesakitan karena merasa di khianati membuatmu seperti macan betina yang siap mengcengkramkan kukunya pada mangsanya. Begitu marahnya hingga nyaris histeris, hal itu juga yang membuat suamimu harus membungkammu dengan pukulan, meski dia tahu itu juga sama menyakitkannya dengan penghianatan yang dia lakukan.
Sahabatku sayang …….
Aku sangat sedih melihat keadaanmu….. kau mengurung diri dan menyalahkan dirimu sebagai isteri yang tidak becus mengurus rumah dan menyebabkan suamimu mencari wanita lain yang lebih ideal, jujur aku tidak setuju dengan pendapatmu. Menurutku alasan apapun yang kita temukan dari permasalahan ini jawaban hanya satu, itulah “jodoh” nya yang tertulis dalam suratan taqdirnya. Karena tidak seorang wanitapun di dunia ini yang ingin menjadi wanita kedua apalagi jika harus menyakiti sesamanya. Adakah kita yang sanggup melawan taqdir? Kaupun akhirnya menggangguk setuju dan mengakui kebenarannya saat kita bicara berdua dan saat itu aku anggap kau telah kembali ke watak lamamu yang selalu mendahulukan rasio dan mau menerima masukan. Akhirnya harus aku akui jika kau juga seorang perempuan hebat. Aku tidak tahu bagaimana macan betina yang begitu ganas, yang aku saksikan beberapa minggu yang lalu tiba-tiba berubah menjadi kucing jinak, bahkan menjadi begitu “cerdas” spiritual seperti saat kita duduk berhadapan di bangku taman kota, kutemukan lagi cahaya matamu meski ada guratan halus di bawah kelopakmu yang menandakan kau kurang tidur selama ini, senyummu yah… aku terpukau melihat senyummu hari ini, senyum sabar yang hanya bisa di sunggingkan oleh seseorang yg telah mampu menerima keadaannya dengan ikhlas, begitu teduh dan membuat yang melihatnya ikut tenang.

Sahabatku sayang ………
Aku terperangah sekaligus kagum saat kau katakan bahwa kau menerima semuanya sebagai pelajaran hidup, kau juga mempertimbangkan perasaan anak-anak dan tidak ingin melukai hati mereka dengan pilihan sulit apakah akan memilih ikut ayahnya atau ikut dirimu tapi yang membuatku teramat kagum saat kau katakan “ Sekarang usiaku 45 tahun, jikapun aku di beri usia yang panjang oleh Allah, toh aku mungkin bisa hidup 15 atau 20 tahun lagi. Apa artinya 20 tahun belajar menerima kesakitan dengan 45 tahun yang sudah aku lewati penuh dengan kebahagiaan? Dan belum tentu juga aku mati karena sakit hati, aku tetap percaya kebahagiaan bukan di sebabkan oleh adanya suamiku di sampingku, tapi karena aku menerima apa yang menjadi taqdirku dan aku menciptakan saat bahagia itu dalam jiwaku!” kau benar …. Kebahagiaan bukan karena hal-hal yang ada diluar diri kita, tapi bersumber dari dalam jiwa kita, di dalam hati kita seperti juga kehidupan, dia ada karena kita ada, bukan karena orang lain ada.

Sahabatku sayang ……..
aku tahu saat ini kau tengah menata hatimu, dan aku sangat percaya kau telah menuntaskan hampir sebagian besarnya. Sebagai sahabat jujur aku belajar banyak darimu tentang kelapangan hati, keikhlasan dan hakekat kebahagiaan. Kelapangan hati untuk menerima apapun yang telah dipilihan Tuhan dalam hidup kita membuat kita lebih nyaman dan ringan menjalani apapun juga karena kita yakin karena kasih sayang Allah jualah yang akan melindungi dan menguatkan kita. Bahwa keikhlasan bukanlah sesuatu yang hanya kita ucapkan tapi juga kebesaran jiwa memaafkan dan menerima bahwa itu bukan kesalahan tapi guratan taqdir yang harus di terima. Rasa sakit tidak mesti di lupakan karena itu adalah yang mustahil, tapi menerimanya dan menikmatinya sebagai bahagian dari ujian menjadikan rasa sakit itu menjadi sesuatu yang indah itulah hakekat kebahagian karena berujung pada pengertian bahwa sakit dan senang sama sekali tak ada bedanya semua proses yang harus kita lewati dalam hidup.

Sahabatku sayang …..
Sungguh aku bersyukur kepada Allah di pertemukan denganmu dan menjadi sahabatmu, karena kekayaan hatimu dan kebesaran jiwamu ikut menerangi langkahku, memberiku petunjuk akan ke Maha besaran Allah, memberiku inspirasi bagaimana seharusnya menjalani hidup ini. Jika engkau belajar ikhlas dengan masalahmu maka aku belajar bersyukur dari apa yang kau alami, belajar bersyukur karena Allah mengirimi engkau sebagai sahabatku, belajar bersyukur bahwa kasih sayang Allah jualah yang merekatkan rasa cinta dan kasih di antara kita, Aihhhh …… betapa setiap saat kita diingatkan olehNya, denga masalah yang dia berikan langsung kepada kita, dengan berbagai peristiwa yang terjadi di sekeliling kita, tapi kita sering menafikannya, bahkan tidak perduli bahwa sesungguhnya Allah tengah mendidik kita untuk menjadi lebih kuat, menjadi lebih baik dan menarik kita untuk makin dekat denganNya.

Sahabatku sayang ……
Aku tetap berharap dan mendoakan dirimu agar mampu melewati semua ujian hidup, seperti juga aku berharap agar kaupun mendoakanku agar sanggup melalui cobaan-cobaan yang akan di ujikan kepada diriku, bukankah Allah swt berkata: “Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar, dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta” (QS Al-Ankabut : 2-3). Pasti kita semua akan terus di uji bertubi-tubi untuk menjadikan kita manusia beriman, menjadikan kita manusia mutaqin sebagaimana esensi kita di ciptakan untuk beribadah kepadaNya.
Akhirnya terima kasih sahabat untuk semua hal yang telah kau ajarkan untukku, terima kasih karena kau mau berbagi denganku, semoga kita tetap diizinkan untuk saling mencintai karenaNya. Untuk tetap berlomba dalam kebaikan dan merebut cintaNya.
Wasallam. Dariku sahabatmu!

Palu, 13 April 2012 (Setelah direvisi berkali-kali)
Buat sahabatku sayang, jangan merasa paling malang, karena sesungguhnya Tuhan tengah memilihmu untuk menjadi lebih baik.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

%d blogger menyukai ini: