Dia teman masa remajaku, tidak begitu akrab meski kami sekelas, aku selalu menjaga jarak dengannya, karena aku takut terluka, jujur saja aku dulu adalah seorang gadis minder, rapuh dan cengeng…. aku juga takut di tolak, sehingga tidak mudah bagiku untuk berakrab-akrab dengan orang lain, khususnya teman lelaki.
Ivan adalah salah satu dari mereka yang memang kupasangi jarak, jika tak sengaja mata kami bersirobok, aku membalas senyumnya dan langsung membuang pandang, meskipun kelihatan dia berupaya mengajak aku ngobrol selalu kujawab sekedarnya dan cepat-cepat menjauh dari hadapannya. Bagiku dia termasuk pemuda yang sombong, karena sering kata-katanya tajam menusuk, usil, suka menggoda dan meskipun begitu dia juga punya satu kelebihan, dia ganteng.
Sering sekali dia minta diajari bahasa kaili, bahasa daerah Palu kepadaku, herannya yang ingin dia ketahui adalah kata-kata jorok, tentu saja aku menolak mengajarinya, tapi esoknya pasti dia sudah mendapat jawabannya dan mempraktekan kata-kata itu didepanku, dalam hati aku marah sekali pada teman yang mengajarinya, aku hanya menatapnya aneh, tak sanggup marah tapi juga gak tahu mau bilang apa.
Hanya itu kesan yang kuingat dari Ivan, dan setelah hampir dua puluh tujuh tahun berpisah, aku kaget ketika satu sore HPku berdering, aku nyaris tak mau mengangkatnya karena tak mengenal nomor pemanggilnya, ahhh paling salah sambung kataku dalam hati, tapi karena berulang-ulang, akhirnya aku mengangkatnya, surprise karena ternyata dari Ivan, awalnya aku tak percaya tapi ketika dia mulai menggunakan bahasa daerah kaili (yang jorok-jorok seperti yang dia pelajari dulu) aku percaya dia benar Ivan, sejujurnya aku senang, karena setelah puluhan tahun satu demi satu teman-teman dari masa lalu hadir satu demi satu apalagi dengan adanya jaring sosial fb seperti sekarang, jarak bukan lagi masalah, herannya di telpon kami bisa menjadi begitu akrab, seolah-olah kami dulu dua sahabat dekat, setelah ngalor ngidul berkisah tentang masa SMA, dan tidak satu kawanpun yang kami lewati, baru aku menyadari aku sama sekali tidak tahu si Ivan ini ada dimana, “aku di jakarta Hani, aku sudah menikah dan punya satu anak lelaki!”katanya ketika aku bertanya. ”Aku tahu, kamu punya putra kembar!” katanya lagi, aku tidak terkejut, pasti informasi itu di perolehnya dari teman yg memberi dia nomor telponku “Ehhh Hani, dalam ingatanku kamu itu cewek paling sombong, rapi, terus rambutmu di kuncir,di pakein pita yang warnya gonta-ganti setiap hari, aku dulu segan banget mau nyapa kamu, kalau teman-teman lain aku berani gangguin, sama kau aku kok gak berani yah, menurutku kamu galak!” katanya lagi membuat aku terbahak “ masak sih? emang kamu pernah aku galakin?” tanyaku “yah tidak sih…… tapi kamu ke aku gak seperti keteman-teman lain, sama mereka kamu mau berakrab-akrab, lha sama aku kamu bicaranya sedikit, waktu itu aku pikir kamu tuh pelit banget hhehehe!” katanya terbahak, aku ikut ketawa “aku sengaja kok, gitu sama kamu, itu pertahanan aku kalau sampai kamu berkata tajam dan ketus, kamu suka gitukan dulu? usil kadang-kadang omogan kamu nyelekit!lha kalau kamu gituin aku, pasti aku nangis dan bakalan sedih, nah dari pada kamu galakin mendingan aku galak duluan” kataku jujur “ ehhhh….. itu aku lontarin ke teman-teman yang muka tembok aja, yang kalau di bilang halus gak mudeng!” katanya masih tertawa “sama kamu pasti gaklah, waktu itu aku cuma berani curi-curi pandang, ngeliat wajahmu yang putih dan senyummu yang manis, sayang aku lebih sering gak kebagian!” katanya, membuatku kembali tertawa ”nah sekarang kamu bukan hanya aku kasih senyum tapi tak rapel jadi ngakak!” kataku melucu. ” Van, kok bisa-bisanya sih kamu hilang kayak di telan bumi? tak satupun kawan kita yang tahu kau dimana?, padahal hampir semua teman sekelas kita udah kembali kontak dan saling tanya tentang dirimu!” kataku bersemangat ”Hani aku bukan Ivan yang dulu!” katanya dengan perubahan suara yang membuat aku sedikit was-was “ehhh aku juga bukan Hana yang dulu yang pake pita rambut,yang judes menurutmu!” kataku mencoba bercanda lagi “Hani aku sekarang buta, sejak kita pisah aku ngelanjutin studiku di jakarta, saat semester lima aku kecelakaan, syaraf mataku rusak, sampai saat ini aku tidak bisa melihat.” Katanya pelan, yang membuat hatiku teriris, memang aku pernah mendengar selentingan kabar tentang itu tapi aku setengah tak percaya, “Gak nyoba nyari donor mata Van?” kataku berusaha mempertahankan nada suaraku ” gak bisa Hani, dulu biji mataku dilukis, kayak film kartun di tv, karena aku capek lepas pasang, terus aku biarin aja!” katanya tertawa, tapi aku gak sanggup tertawa, aku kehilangan kata-kata, aku benar-benar tercekat…… dulu aku sering naik mobil kemana-mana kan Hani, sekarang aku kemana-mana naik bis, kamu tahu gak, kadang-kadang aku suka nabrak lho,tapi untungnya naluriku masih seperti dulu waktu masih bisa melihat, aku tahu yang aku tabrak itu cewek cakep atau cewek jelek!” katanya ngakak, Aku masih terpengaruh oleh kisahnya hingga belum sanggup tertawa, meskipun aku juga tersenyum mendengar apa yang dikatakannya, ”kamu tuh yah!” aku masih mencari-cari kata yang pantas aku lontarkan untuk menanggapi kisah hidupnya, yang memberi kesan bahwa aku merasa bahwa dia tetap ivan yang dulu dengan perspektif yang berbeda bahwa kini kami sudah sama dewasa, dan rasa persaudaraan yang lebih pekat.
” Aku ngobrol lama dengan Bram, dia yang ngasih nomor telponmu, dia cerita juga tentang teman-teman kita, kalian hebat-hebat yah Han, aku jadi malu…..” katanya dengan nada suara yg agak berbeda “ hebat apanya?kita semua hebat sekarang, dengan uban sekepala, kaki dan tangan yang mulai ngilu karena asam urat dan keropos tulang “ kataku tertawa keras, berharap leluconku menepis rasa sedihnya “ Ehhh kamu ubanan kayak apa yah Hani?pasti semakin bikin orang segan yah?” katanya, nada suaranya sudah kembali biasa, bahkan aku menangkap usilnya mulai kumat ”Yang pasti aku sudah merasa tua Van, ubanku aku biarin tumbuh, aku tak berniat menghitamkannya, biar aku ingat kalau aku dah tua!” Ivan terbahak-bahak. “ tapi kamu belom pake gigi palsu kan?” katanya lagi masih tertawa “ mungkin suatu saat, itu hal yang pasti mengingat usia kita yang tak muda lagi!” kataku, kami saling bertukar cerita ttg semua teman , guru bahkan kisah lucu masa lalu, meski banyak yang ingin kutanyakan ttg keadaannya tapi aku tak ingin merusak suasana gembira dengan kekelaman karena dia terpaksa harus menceriterakan pengalaman hidupnya yang pahit, dalam hati aku bertekat jika ke jakarta aku akan mencarinya.
Dan kesempatan itu memang datang, aku berkunjung kerumahnya, bertemu muka dengan isteri dan anaknya, dan subhanallah, banyak hal yang aku pelajari hari itu, betapa jika Tuhan menghendaki, maka dia akan mengambil apapun yang kita klaim sebagai milik kita, baik secara rela ataupun terpaksa, hingga kita takluk dan benar-benar mengakui bahwa kita sama sekali tak berarti, kita hanya setitik debu tak berarti yang kalau bukan karena kasih sayangnya maka tidak ada sesuatupun yang bisa kita lakukan bahkan untuk mengedipkan mata sekalipun.
ternyata bahwa sahabatku Ivan dan isterinya sama-sama kehilangan pengliatannya pada kecelakaan yang berbeda, dan jodoh mempertemukan mereka sebagai keluarga bahagia laksana keluarga normal lainnya.
kemampuan mereka berdua menerima dan menjalani takdir, sejujurnya membuatku salut, tidak mudah menjalani kehidupan keluarga dengan kondisi suami isteri yang sama-sama tak melihat, tapi mereka jalani dengan tabah, tetap bekerja seperti biasa, dan mereka mendidik anak semata wayangnya juga dengan baik, sehingga yang kusaksikan tidak sedikitpun keadaan kedua orang tuanya berpengaruh pada cara putra mereka bersosialisasi, subhanallah ….. Allah benar-benar adil, jika dia mengambil sesuatu dari kita maka dia akan menggantinya dengan hal yang seribu kali jauh lebih baik dari sebelumnya, itu yang kadang-kadang tidak sadari, hingga banyak dari kita merasa frustasi jika kita tiba-tiba harus kehilangan, mungkin memang butuh proses untuk memahami arti kehilangan hingga kita benar-benar sadar bahwa semua kita akan mengalami kehilangan baik kehilangan kecil berupa barang ataupun benda hingga kehilangan besar seperti kehilangan yang dialami oleh sahabatku ini dan itu aku saksikan hari ini di rumah sahabatku. Tidak banyak orang yang sanggup berlaku seperti Ivan dan isterinya, mungkin awalnya mereka juga marah dan tidak nyaman dengan kondisi yang mereka alami, tapi Allah selalu punya cara untuk memaksa kita agar bisa menerima ketetapannya dan memahami bahwa keikhlasan dan kesabaran adalah cara terbaik yang harus kita lakukan sebagai seorang hamba yang taat. Dan kusyukuri karena Allah mengirimku kesini untuk belajar lebih banyak tentang keMaha BesaranNya dan menyaksikan secara langsung bagaimana cara Allah bekerja dengan demikian sempurna.
Note: Maafkan jika aku berbagi cerita tentangmu, sungguh karena aku bangga melihatmu, dan kisahmu menginspirasi dan memberiku pelajaran yang luar biasa tentang hidup, semoga kita tetap menjadi sahabat baik dan kebahagiaan tetap di limpahkan untukmu dan keluargamu sahabatku!!!