Insya Allah Syurga itu miliknya

Kulirik Alexander Christie yang melingkar di pergelangan tanganku, tepat pukul 12 siang, cuaca yang agak mendung membuatku lupa waktu dan menyangka bahwa hari masih pagi, aku sudah terlambat 15 menit dari perjanjianku dengan Widya, pasti dia sudah lama menungguku. Kubayar ongkos taxi dengan terburu-buru dan berjalan cepat kearah restoran. Kubalas sapaan waitress yang berdiri menyambut dan membukakan pintu Resto untukku dengan anggukan dan senyuman, kusapu seluruh ruangan dengan pandangan mataku, saat kutemukan sosoknya di pojok ruangan, duduk tekun dengan buku ditangan, tapi dari gayanya aku tahu kalau dia sebenarnya tidak membaca. Bergegas aku berjalan kearahnya, menepuk bahunya, menyalami dan mencium pipinya hangat, aku tersenyum lebar sebagai permintaan maafku, yang disambutnya dengan senyum kecil. Widya memang seorang yang pendiam, meski kadang dia juga pandai melontarkan kalimat yang membuat orang terbahak sementara dia tetap serius seolah cerita yang disampaikannya tidak berpengaruh padanya. Dia adalah kawan yang hangat dan pendengar yang baik. Usia kami selisih sepuluh tahun, tapi pertemanan kami sejak kecil di kompleks menghapus semua perbedaan itu, Sesuai usianya dia sering menasehatiku, bahkan kadang dia juga mengguruiku, tapi sangat kuhargai karena memang kuakui sifatku yang kadang ceroboh, cenderung reaktif dan kurang berpikir panjang membuat Widya sering memarahiku, menasehatiku tapi juga siap melindungiku.
“ Sudah lama? Aku keasikan menulis,karena mendung aku pikir ini masih jam sepuluh, maaf membuatmu lama menunggu!” kataku dengan perasaan bersalah melihat wajahnya yang murung. Dia menggeleng “Aku juga belum lama sampai!kamu mau makan apa?”tanyanya, aku mengambil daftar menu yang disodorkan oleh waiter. Membaca sekilas dan memesan steak serta juice sirsak, Widya memesan juice jambu, dan mengatakan akan memesan makanan kemudian. Aku menatapnya aneh, “seserius inikah hingga kamu gak ingin makan?”kataku berusaha melucu, tapi ekspresi wajahnya yang serius membuatku merubah mimikku yang menggoda dan ikut serius “Apa yang terjadi padamu?”tanyaku… ingin tahu melihat kesungguhannya, “Kau tahu berapa tahun usia perkawinanku?”tanyanya menatapku aneh, “HHmm usia Nadya bulan kemarin 25 tahun berarti 27 tahun, benar?” Kataku balik bertanya, Widya mengangguk “27 tahun, bukan waktu yang singkat bukan?” tanyanya lagi sambil kembali menatapku seolah takut aku menjawab sebaliknya, aku mengganguk dan masih belum mengerti kemana arah pembicaraannya. .”Hanna, Arif menghianatiku!” katanya nyaris tak terdengar, aku tersentak kaget, meski seharusnya aku sudah bisa meraba bahwa pasti telah terjadi suatu hal yang luar biasa pada Widya hingga dia menelponku dan membuat janji ketemu di restoran Maestro, biasanya jika kami saling rindu dan ingin bertemu, aku dan suamiku berkunjung kerumahnya atau sebaliknya dia yang kerumahku bersama suami atau dengan Fidya putri keduanya. Aku sama sekali tidak menyangka kalau persoalannya seperti ini.”Mengapa kau menyangka Kak Arif berkhianat?”tanyaku meneliti wajahnya dan aku terkejut saat melihat luka menganga di matanya. ”Awalnya, aku juga tak percaya jika dia melakukan ini padaku, kau tahu bagaimana perasaan kami satu sama lain!”katanya menarik nafas panjang, matanya berkabut dan aku sakit menyaksikannya seperti itu.”Tadinya dia mati-matian menyangkal kalau dia ada affair dengan wanita itu, tapi perasaanku mengatakan dia berubah, dia bukan arifku yang dulu!” katanya mendesah, “Jangan mendesaknya untuk mengakui apa yang tidak dia lakukan Wid!, kau tahu kan? Kadang mereka justeru melakukannya karena sakit hati pada kita yang menuduh sesuatu tanpa bukti!” kataku berusaha untuk menghapus ketakutanku bahwa apa yang dikatakan Widya benar adanya. Widya mengeleng-gelengkan kepalanya, “ini sungguh-terjadi Hanna, bukan hanya sekedar karena aku cemburu atau karena terlalu menuruti perasaan, kalau ini aku cerita padamu tiga bulan yang lalu mungkin hal itu baru perasaanku saja tapi sekarang Arif sendiripun sudah mengakui hubungannya dengan wanita itu, dan yang menyakitkan lagi adalah Arif tak bisa memutuskan hubungannya dengan wanita itu karena tak sanggup melihatnya menderita! sekalipun aku memohon-mohon padanya. Bayangkan Hanna!tak sedikitpun aku masuk dalam pertimbangannya, sedemikian besarkah salahku?sebegitu hebatkah kekuranganku dibanding wanita itu, sehingga dia lebih mementingkan mempertimbangkan perasaannya ketimbang merasakan sakitku?” katanya terbata dengan air mata berlinang, meski kusaksikan selama ini dia adalah wanita yang begitu tenang menghadapi berbagai masalah, tapi kali ini aku benar-benar menyaksikannya terpuruk. Aku mengusap tangannya perlahan, berharap dengan begitu dia bisa menjadi lebih tenang, sementara otakku berputar mencari kalimat apa yang pantas kusampaikan padanya, yang bisa meredam kemarahan dan
kesakitannya, tapi tak satupun kutemukan kalimat yang cocok untuk menghiburnya, karena tiba-tiba aku juga merasakan otakku berhenti bekerja. Bagaimana jika hal itu terjadi padaku?apakah aku sanggup berdiri tegar? Sanggup mengangkat kepala menghadapi dunia?apakah aku akan terbebas dari rasa sakit karena dikhianati? Sepintas sosok kak Arif mampir di ingatanku, selama ini aku begitu respek padanya, bahkan suamiku sering tertawa dan menggodaku jika aku bercerita bagaimana mesranya kak Arif dan Widya “ Apa aku kurang mesra dan romantis?” tanyanya dengan mata menggoda, aku tertawa dan memeluknya “kamu laki-laki paling romantis yang pernah kutemui di jagad ini, kalau ada nomor dua, pasti pilihannya jatuh pada Kak Arif!” kataku. Menurutku Arif adalah laki-laki baik, sangat care dan sayang pada keluarga, seorang yang sangat romantis karena tak pernah risih menunjukkan cintanya pada kak Widya meskipun di hadapan orang lain, dengan anak-anak jangan di tanya lagi, sebegitu dekatnya dia hingga membuat Widya sering mengingatkannya ”Pa, jangan begitu banget ah… sama anak –anak, jangan terlalu di manjakan!”kata widya melihat Kak Arif menuruti semua permintaan dua putrinya,”Mereka itu anak – anak perempuan, kalau mereka mendapat kasih sayang yang lebih di rumah, maka dia akan hati-hati dalam pergaulannya di luar, karena mereka ingat bahwa aku ayahnya akan sangat kecewa jika mereka melakukan hal-hal yang salah di luar rumah!”katanya anteng. Diam-diam Aku setuju dengan pendapatnya karena kamipun melakukan hal yang sama pada anak-anak kami.Tapi apa yang terjadi pada perkawinan mereka sekarang, aihhhhh………… bagaimana perasaan anak-anak jika mereka tahu ada perempuan lain di kehidupan ayahnya selain ibunya?
“Hanna, yang aku sekarang tidak tau, bagaimana menceriterakan ini pada anak-anak. Seandainya aku siap, mungkin masalahnya akan mudah, tapi aku sendiri tidak siap menerima ini, dan aku takut jika aku menjelaskan pada anak-anak, aku justeru akan menanamkan kebencian pada mereka, atau menularkan kemarahanku pada mereka, dan itu akan merusak jiwa mereka, kau tahu seberapa dekatnya mereka dengan ayahnya!” kata-kata Widya menyadarkanku dari lamunan dan kembali membawaku ke masalah sesungguhnya, Widya masih menangis meremas-remas sapu tangan handuk warna putih di tangannya. Aku terenyuh dan masih kehilangan kata.”Wid, apa kalian sudah mendiskusikan ini, maksudku sudahkah hal ini kau bicarakan dengan kak Arif?”tanyaku hati-hati.Widya menggeleng…… “Aku terlalu syok dengan pengakuannya Hanna, hingga otakku tak mampu memikirkan yang lain selain terpaku menyaksikan darah yang mengalir dari hatiku sendiri terhadap pengkhianatannya!” katanya pilu. “Ajaklah Kak arief bicara dari hati ke hati Wid, aku yakin jika kalian membicarakan ini dengan hati tenang, mungkin ada solusi terbaik, memang tidak mudah bagi semuanya, utamanya untukmu…. tapi tidak mungkin untuk mendiamkan saja bukan? Atau membiarkan mereka mereka-reka apa yang terjadi pada orang tuanya. Nadya sudah dewasa, mungkin kau juga bisa minta pendapatnya, aku hanya berpikir bahwa kau sedang di coba dengan cobaan yang amat berat, tapi juga kau patut berbangga karena kau terpilih untuk menjalaninya,kau tidak sendirian, banyak perempuan yang kemudian di uji dengan hal ini, tapi satu hal yang kita yakini, rezeki, jodoh dan maut telah di tetapkan sejak kita dalam kandungan, meski banyak yang gagal dan memilih bercerai, tapi tidak sedikit yang mampu melewatinya dengan sukses. Aku percaya bahwa kau akan melewati masa-masa sulit ini dengan baik, dan memutuskan semuanya dengan bijak, Nadya dan Fidya akan menerima apapun keputusan yang kau ambil, karena kau ibunya. Seberat apapun konsekwensi dari keputusanmu, mereka tetap akan merasakan dan harus menjalaninya.Wid…. aku percaya penuh padamu, kau jauh lebih bijaksana dalam mengambil keputusan, karenanya aku belajar padamu kan?!” kataku menggenggam kedua tangannya erat. Airmata nya masih berlinang, tapi aku juga melihat senyumnya, hanya sekilas memang tapi itu membuatku senang, “ Hanna, aku senang setelah membagi perasaanku denganmu, berhari-hari aku menyimpan rasa sakit ini sendirian, mungkin aku telah aniaya, karena aku marah kepada Tuhan, kenapa dia mengujiku seperti ini, Dia memberiku cinta yang begitu kuat, sebegitu kuatnya hingga aku takabur dan nyaris merasa mustahil kalau aku akan mengalami kejadian seperti ini”. Widya menyusut air matanya dengan sapu tangan, sekali lagi dia berusaha tersenyum, aku justeru yang tak mampu tersenyum bahkan rasanya pengin menangis kuat-kuat untuknya. Karena aku pasti tak mampu menghadapi siapapun jika dihadapkan dengan masalah yang sama. Subhanallah…… Tuhan memang tidak akan menguji seseorang jika sekiranya orang tersebut takkan sanggup memikulnya. ” Terima kasih Hanna, karena kau sudi mendengarkan keluhanku!” aku meremas tangannya ” Jangan berkata seperti itu, kita bukan baru sehari berteman, aku malah minta maaf, karena tak bisa memberi solusi apapun untukmu, aku malu jadi sahabatmu, karena ketakmampuanku membantumu justeru pada saat kau benar-benar dalam kesulitan!” kataku dengan rasa malu yang tak mampu aku sembunyikan.” Aku tak menyalahkanmu, bukankah tadi kau mengatakan bahwa akulah yang harus memutuskan apa yang terbaik untukku dan anak-anak? Itu yang tak pernah terpikir olehku, karena aku telah tertutup oleh perasaan sakit dan kecewa!” katanya ” Wid, jika Dia memberikan ujian kepada kita, kenapa kita harus mencari jawabannya di tempat lain? Kenapa kita tidak meminta kunci jawaban itu padaNya? bukankah sebaik-baik jawaban adalah pada pembuat soal?”kataku mencoba bercanda….. berhasil karena Widya kemudian terenyum lebar dan mendesis ” Dasar Guru, semua persoalan di bawa ke kelas!” aku pun tertawa “iyalah, seandainya aku politikus mungkin jawabanku akan berbeda!” kataku yang membuat Kami berdua tertawa, Kalimat itu terlalu sering dia lontarkan dan aku pasti memberi jawaban yang sama, saking hapalnya kami berdua tahu bagaimana akhirnya. Widya pasti akan mengalah karena aku tetap tak mau kalah.
Dua bulan setelah pertemuan kami, di restoran Maestro, aku mengunjungi Widya kerumahnya, aku sedikit terkejut melihat perubahannya, wajahnya agak tirus, badannya lebih ramping namun ada sesuatu di wajahnya yang membuat aku ingin dan ingin lagi menatapnya…….. cahaya di wajahnya, kami makan siang berempat, aku Widya, Fidya dan Nadya yang hari itu kebetulan datang mengunjungi Widya, tanpa kak Arief “ papanya anak-anak kemana Wid?” tanyaku heran karena sekarang hari minggu dan tidak biasanya kak Arif tidak di rumah hari minggu.” Papa dirumah mama Ratna, tante!” kata Fidya sambil tersenyum, aku terkejut dan memandang Widya penuh tanya, “hari minggu ini giliran mama Ratna Tante Han, Mama Ratna lagi kurang enak badan jadi harus di temani papa, iya kan Ma?” kata Nadya menegok ke Widya, aku tidak bertanya lagi, tapi seribu tanya bergayut di benakku. Saat kami tinggal berdua barulah Widya bercerita ” setelah pertemuan kita di Maestro, aku mengikuti saranmu menanyakan kunci jawaban dari soal ujian yang Dia berikan untukku!” katanya tersenyum dan melirikku, aku cemberut karena aku merasa dia menggodaku.” Sungguh Hanna, aku melakukannya, aku bertanya padaNya lewat doa dalam sholat tahajudku, dan aku mendapatkan jawabannya, mengapa aku di uji dengan hal ini? karena aku sangat mencintai Arif sedemikian rupa hingga nyaris aku melupakanNya, Dia menegurku dengan caranya, bahwa Dia juga cemburu padaku, karena mencintai makhluknya lebih dari kecintaanku padaNya. Saat dia memilihku karena cintaNya, haruskah aku berpaling dan lari dariNya? maka pasti aku termasuk orang yang merugi, karenanya kuikhlaskan kak Arif menikahi Ratna, Aku memilih dicintai olehNya ketimbang di cemburui Hanna!” katanya tersenyum lebar, aku terpaku dan bingung harus mengatakan apa? Begitu ringkas jawabannya tapi begitu dalam maknanya. Jika Allah memilih mencintai kita, maka pasti dia akan menghapus rasa sakit dan kecewa, bukankah dia maha pembolak balik hati?betapa mudahnya bagiNya untuk menghapus perasaan sakit dan menggantinya dengan perasaan cinta, perasaan kecewa dengan perasaan puas. Dan Widya telah memenangkannya menundukkan hatinya sendiri, menundukkan hati anak-anak, dan kompromi dengan perasaannya. Aihhhh sangat mudah memberi nasehat kepada orang lain, siapa sangka kalimat yang aku ungkapkan asal bunyi justeru berarti baginya, sungguh jika Tuhan menginginkan untuk memberi hidayah pada siapa yang dia kehendaki, maka kalimat yang kita anggap tak berarti justeru menjadi kunci pembuka hidayah bagi orang lain. Satu hal yang bias kupetik hikmahnya, bahwa tidak ada sesuatupun di dunia ini yang lepas dari kendaliNya, bahkan apapun yang diucapkan orang tak akan terucap tanpa izinnya dan semua akan menjadi milik orang lain, apakah menjadikannya selamat atau tersesat karenanya.Masya Allah.
Kini aku mengerti mengapa sejak aku datang aku merasa sesuatu menarikku untuk selalu melihat wajahnya, dan menyaksikan cahaya itu padanya, karena dia telah berhasil melewati semuanya dengan ikhlas dan Widya memenangkan ujian dalam meraih CintaNya. Menemukan cinta yang hakiki yang tak akan pernah mengakibatkan rasa sakit, tak pernah berakibat kecewa bahkan sebaliknya penuh energy, dan sumber dari segala ketenangan! Subhanallah.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

%d blogger menyukai ini: