Izinkan aku jadi isteri sholeh

c0d60ab4dd55ef7f614850ebq0[1]

Aku baru saja duduk mengaso sepulang dari sekolah, ketika sebuah station televisi menayangkan berita perceraian Krisdayanti dan Anang hermansyah, Putriku yang baru gede duduk menonton dengan khikmat sambil mendesis “ ih …… kasian Anang, apa yang di cari si KD?” tanyanya lebih kepada diri sendiri. Komentarnya itu yang menarikku duduk dan menyaksikan tayangan itu hingga selesai.
Perceraian di kalangan artis sudah menjadi hal yang lumrah, terlalu sering kita di paksakan untuk menyaksikannya, nyaris setiap hari dan di hampir semua chanel televisi tanah air menayangkan hal yang sama, seolah-olah jika tidak menayangkan hal tersebut, pasti menjeblokkan rating siarannya. Memang efeknya luar biasa bagi remaja-remaja dan juga para ibu, yang menjadi focus pembicaraan mereka sehari-hari adalah siapa jadian sama siapa, siapa menikah dengan siapa dan siapa yang bercerai dengan siapa.
Lama aku merenung, sesungguhnya perceraian bukan hanya terjadi di kalangan artis, orang biasapun banyak yang melakukannya dengan berbagai macam alasan. Ingatanku tertambat pada kedua orang tuaku , betapa indahnya kehidupan perkawinan mereka, hampir lima puluh tahun hidup bersama telah membuat keduanya saling memahami apa yang di butuhkan masing-masing. Paham apa yang diinginkan oleh pasangannya tampa perlu di ucapkan, setelah sama-sama tua kasih sayang diantara mereka sepertinya tak kunjung berkurang, bahkan seingatku tak sekalipun kami anaknya menyaksikan mereka bertengkar, adu mulut, apalagi adu otot, meski hakul yakin, mustahil suatu rumah tangga yang di bangun oleh dua orang yang berbeda tetap akur dan tidak ada perbedaan pandang, tapi itulah istimewanya mereka, karena demikian pandai menyimpan pertengkaran hingga kami anak-anaknya tidak pernah di beri kesempatan melihat hal-itu terjadi.
Satu hal yang menurutku yang bisa menjadi sebab terjadinya perceraian, adalah karena rasa pengabdian kita kepada suami tidak seikhlas pengabdian isteri-isteri zaman dulu. Hampir tidak pernah aku temukan, ayahku duduk makan sendirian tampa di temani oleh ibuku, Saat seperti itu mereka gunakan untuk mendiskusikan berbagai hal yang terjadi, urusan pekerjaan, urusan sekolah anak, kebutuhan kursusnya, kebutuhan rumah tangga dsb.
Bandingkan dengan kita isteri-isteri zaman kini. Sarapan pagi hampir gak sempat karena semua harus buru-buru takut telat tiba di kantor, jalanan macet dsb. Makan siang sudah di lakukan di kantor, suami makan dengan teman-temannya, kitapun makan dengan para kolega kita. Makan malam tidak keburu, karena kita masih di atas angkutan kota, atau di mobil pribadi tapi terjebak macet atau sudah di rumah namun suami yang belum datang. Begitu sampai di rumah, kita sudah tak mampu berdiskusi karena lelah dan mengantuk, apalagi kalau ingat besok pekerjaan kantor menumpuk.
Saat lain yang digunakan oleh kedua orang tuaku, yakni saat setelah selesai sholat malam dan menanti waktu subuh. Ketika aku terbangun di tengah malam karena kepingin minum, kudapati keduanya duduk bercakap-cakap, ibuku masih lengkap dengan mukenanya, sesekali tertawa lepas menceritrakan kenakalan kami, ada kesejukkan dan ketenangan yang kurasa sebagai anak melihat kerukunan mereka, itu termasuk hal yang jarang terjadi pada pasutri sekarang, nyaris tak ada waktu untuk bersama, memupuk rasa kebersamaan, rasa cinta, hingga akhirnya hubungan suami-isteri menjadi tawar, dan memungkinkan terjadinya perceraian.
Contoh lain adalah hampir semua pekerjaan rumah kita limpahkan kepada pembantu, memasak, mencuci, membersihkan rumah, mengantar anak ke sekolah, ke pasar, dsb Suami dan anak kita setiap hari menikmati masakan yang diolah oleh pembantu, padahal isteri-isteri dulu sangat puas jika melihat suami lahap menikmati masakan hasil olahannya. Isteri-isteri dulu menikmati betul bagaimana mencuci dan menyetrika pakaian suami, bangga jika suami memakai pakaian hasil cuciannya yang bersih cemerlang dan rapi setrikanya.
Intinya isteri-isteri dulu menikmati setiap detik kebersamaanya dengan keluarga, Pemikiran mereka yang sederhana semata-mata di fokuskan untuk keluarga, sementara kita perempuan sekarang yang sudah lebih tinggi kualifikasi pendidikannya, merasa sangat sayang jika ijazah tidak digunakan untuk bekerja, mengejar karier bukan lagi sekedar untuk membantu keuangan keluarga tapi untuk kepuasan diri sendiri, karena sejak awal kita menuntut ilmu kita juga sudah salah meletakkan niat, kita mencari ilmu bukan untuk alat mencari ridho Allah swt, untuk diterapkan dalam keluarga atau membantu keuangan keluarga, jika suami meridhoi kita untuk bekerja di luar rumah, tapi untuk aktualisasi diri, menyatakan eksistensi kita, dsb. Sehingga meskipun suami mapan, mampu menghidupi keluarganya, tetap saja kita menginginkan memiliki pekerjaan sendiri dengan aneka macam dalih.
Padahal jadi ibu rumah tangga saja kita sudah demikian sibuknya, mengurus putra-putri kita saja rasanya waktu 24 jam tidak pernah cukup, masih lagi kita memilih berkarir di luar rumah, wajar kalau akhirnya sebagian besar pekerjaan rumah kita delegasikan kepada pembantu. Saya teringat sebuah hadits Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Putri beliau Fatimah az-zahra.
Suatu hari masuklah Rasulullah SAW menemui anandanya Fathimah az-zahra ra. Didapatinya anandanya sedang menggiling syair (sejenis padi-padian) dengan menggunakan sebuah penggilingan tangan dari batu sambil menangis. Rasulullah SAW bertanya pada anandanya, “apa yang menyebabkan engkau menangis wahai Fathimah?, semoga Allah SWT tidak menyebabkan matamu menangis”. Fathimah ra. berkata, “ayahanda, penggilingan dan urusan-urusan rumahtanggalah yang menyebabkan ananda menangis”. Lalu duduklah Rasulullah SAW di sisi anandanya. Fathimah ra. melanjutkan perkataannya, “ayahanda sudikah kiranya ayahanda meminta Ali (suaminya) mencarikan ananda seorang jariah untuk menolong ananda menggiling gandum dan mengerjakan pekerjaan-pekerjaan di rumah”. Mendengar perkataan anandanya ini maka bangunlah Rasulullah SAW mendekati penggilingan itu. Beliau mengambil syair dengan tangannya yang diberkati lagi mulia dan diletakkannya di dalam penggilingan tangan itu seraya diucapkannya “Bismillaahirrahmaanirrahiim”. Penggilingan tersebut berputar dengan sendirinya dengan izin Allah SWT. Rasulullah SAW meletakkan syair ke dalam penggilingan tangan itu untuk anandanya dengan tangannya sedangkan penggilingan itu berputar dengan sendirinya seraya bertasbih kepada Allah SWT dalam berbagai bahasa sehingga habislah butir-butir syair itu digilingnya.
Rasulullah SAW bersabda kepada anandanya, “jika Allah SWT menghendaki wahai Fathimah, niscaya penggilingan itu berputar dengan sendirinya untukmu. Akan tetapi Allah SWT menghendaki dituliskan-Nya untukmu beberapa kebaikan dan dihapuskan oleh Nya beberapa kesalahanmu dan diangkat-Nya untukmu beberapa derajat. Ya Fatimah, perempuan yang menggiling tepung untuk suaminya dan anak-anaknya, maka Allah SWT menuliskan untuknya dari setiap biji gandum yang digilingnya suatu kebaikan dan mengangkatnya satu derajat.
Ya Fatimah perempuan yang berkeringat ketika ia menggiling gandum untuk suaminya maka Allah SWT menjadikan antara dirinya dan neraka tujuh buah parit.
Ya Fatimah, perempuan yang meminyaki rambut anak-anaknya dan menyisir rambut mereka dan mencuci pakaian mereka maka Allah SWT akan mencatatkan baginya ganjaran pahala orang yang memberi makan kepada seribu orang yang lapar dan memberi pakaian kepada seribu orang yang bertelanjang.
Ya Fatimah, perempuan yang menghalangi hajat tetangga-tetangganya maka Allah SWT akan menghalanginya dari meminum air telaga Kautshar pada hari kiamat.
Ya Fatimah, yang lebih utama dari itu semua adalah keridhaan suami terhadap istrinya. Jikalau suamimu tidak ridha denganmu tidaklah akan aku do’akan kamu. Tidaklah engkau ketahui wahai Fatimah bahwa ridha suami itu daripada Allah SWT dan kemarahannya itu dari kemarahan Allah SWT?
Ya Fatimah, apabila seseorang perempuan mengandung janin dalam rahimnya maka beristighfarlah para malaikat untuknya dan Allah SWT akan mencatatkan baginya tiap-tiap hari seribu kebaikan dan menghapuskan darinya seribu kejahatan.
Apabila ia mulai sakit hendak melahirkan maka Allah SWT mencatatkan untuknya pahala orang-orang yang berjihad pada jalan Allah yakni berperang sabil.
Apabila ia melahirkan anak maka keluarlah ia dari dosa-dosanya seperti keadaannya pada hari ibunya melahirkannya dan apabila ia meninggal tiadalah ia meninggalkan dunia ini dalam keadaan berdosa sedikitpun, dan akan didapatinya kuburnya menjadi sebuah taman dari taman-taman sorga, dan Allah SWT akan mengkaruniakannya pahala seribu haji dan seribu umrah serta beristighfarlah untuknya seribu malaikat hingga hari kiamat.
Perempuan yang melayani suaminya dalam sehari semalam dengan baik hati dan ikhlas serta niat yang benar maka Allah SWT akan mengampuni dosa-dosanya semua dan Allah SWT akan memakaikannya sepersalinan pakaian yang hijau dan dicatatkan untuknya dari setiap helai bulu dan rambut yang ada pada tubuhnya seribu kebaikan dan dikaruniakan Allah untuknya seribu pahala haji dan umrah.
Ya Fatimah, perempuan yang tersenyum dihadapan suaminya maka Allah SWT akan memandangnya dengan pandangan rahmat.
Ya Fatimah perempuan yang menghamparkan hamparan atau tempat untuk berbaring atau menata rumah untuk suaminya dengan baik hati maka berserulah untuknya penyeru dari langit (malaikat), “teruskanlah ‘amalmu maka Allah SWT telah mengampunimu akan sesuatu yang telah lalu dari dosamu dan sesuatu yang akan datang”.
Ya Fatimah, perempuan yang meminyak-kan rambut suaminya dan janggutnya dan memotongkan kumisnya serta menggunting kukunya maka Allah SWT akan memberinya minuman dari sungai-sungai sorga dan Allah SWT akan meringankan sakarotulmaut-nya, dan akan didapatinya kuburnya menjadi sebuah taman dari taman-taman sorga serta Allah SWT akan menyelamatkannya dari api neraka dan selamatlah ia melintas di atas titian Shirat”.
Duh, demikian indahnya janji Tuhan itu, Dan Dia adalah Zat yang selalu menepati janji, jika kemudian kita melaksanakan semuanya dengan ikhlas, masihkan kata “ cerai” menjadi hal biasa?Meskipun perceraian adalah hal yang halal namun salah satu yang di benci Tuhan. Ya Tuhan betapa rinduku untuk mampu melakukan semuanya! izinkan aku menjadi isteri sholehah Tuhan!! Insya Allah.

4 Replies to “Izinkan aku jadi isteri sholeh”

  1. terimaksih ibu menuliskan nasehat – nasehat nabi Muhammad SAW kepada anaknya fatimah, itu merupakan pelajaran buat saya untuk mendapatka ridha suami. Amin
    jangan perna putus membagi – bagi pengalaman atau pengetahuan ibu buat orang lain

    Suka

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

%d blogger menyukai ini: