Pagi ini aku bangun dengan seribu satu perasaan bahagia, betapa tidak? Aku bisa bangun subuh, sholat tepat waktu bersama anak-anak dan suami, ketika membuka jendela dan pintu rumah ( Kebiasaan tiap pagi) wangi melati tanamanku langsung menyerbu, cicit riang burung yang menyambut pagi , Alhamdulillah Tuhan dengan apa harus kutebus semua kelimpahan ini? rasanya aku masih ingin menikmati semuanya tapi tugas sudah menunggu untuk di selesaikan. Aktifitas rutinku, menyiapkan sarapan pagi, mengantar anak ke sekolahnya masing-masing, dan langsung ke tempat kerja, karena hari ini Kepala Sekolahku tidak ada di tempat, dan aku di tunjuk sebagai pengganti selama beliau tidak ada . Jika orang mengatakan tugas berat, atau tugas ringan tergantung suasana hati , kalau hati senang semua pekerjaan jadi ringan sebaliknya kalau perasaan suntuk pekerjaan kecilpun jadi berat, kayaknya aku setuju. Hari ini buktinya. Sebagai hari pertama ulangan semester, hampir semua wali kelas menghadap tentang siswanya yang belum melunasi Administrasi, apa itu dana praktek, dana komite, dana praktek industri, bahkan ada siswa kelas 12 yang memiliki tunggakan dari kelas 10, belum lagi orang tua yang datang menghadap minta kebijaksanaan penundaan pembayaran sambil berurai air mata. Sempat kelabakan karena semuanya harus di selesaikan sebelum siswa masuk keruang ujian, satu demi satu persoalan mereka kuselesaikan dan alhamdulillah, semuanya berlalu dengan baik, semua siswa bisa ikut ulangan , wali kelas lega karena tidak harus bersikeras terhadap orang tua untuk menahan anaknya karena terlalu sering di janji, bahkan menghindar jika di undang ke sekolah. Yang sangat menyentuh, terlepas apakah orang tua siswa itu hanya mencari-cari alasan , seorang diantara mereka bahkan sudah akan menarik anaknya untuk tidak sekolah, karena rumahnya belum laku terjual, suaminya entah pergi kemana, sementara dia sendiri harus membiayai 3 orang anak dengan berjualan pisang goreng. Ada lagi seorang kakek yang datang menghadap minta keringanan karena sebagi tukang batu tenaga tuanya sudah tidak terlalu di butuhkan orang. Sementara beasiswa bantuan Bank Mandiri yang di usahakan sekolah untuk sang cucu akhirnya terpakai juga untuk biaya hidup sehari-hari. Yah dari semua itu aku hanya bisa berkata dalam hati ” Terima kasih Tuhan untuk semua kelimpahan yang kau berikan padaku, karena ternyata di luar sana, begitu banyak orang yang lebih susah, sampai-sampai tak sanggup membiayai hidup mereka sendiri, Terima kasih Tuhan karena Engkau telah memberiku pelajaran besar dengan memperlihatkan dan membiarkan aku mengetahui semua ini, menjadi I’tibar dan pelajaran bagiku, untuk selalu mensyukuri nikmat kelimpahan yang Kau Anugerahkan”.